Segmen Megathrust Mentawai-Siberut Simpan Potensi Magnitudo 8.9
- BMKG
Padang – Plt. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menyebut jika Segmen Megathrust Mentawai-Siberut, merupakan satu-satunya Segmen Megathrust yang masih menyimpan potensi energi kegempaan cukup besar. Bahkan, segmen ini belum lepas dengan magnitudo tertarget 8.9.
“Pagi ini terjadi gempa Siberut Magnitudo 5,8 di Segmen Megathrust Mentawai-Siberut. Segmen ini, satu-satunya segmen Megathrust yang belum lepas dengan magnitudo tertarget 8.9,”kata Daryono melalui keterangan tertulisnya, Senin 29 Agustus 2022.
Lebih lanjut Daryono, pada 14 Maret 2022 pukul 04.09 WIB, terjadi gempa dengan magnitudo 6.7. Kemudian dinihari tadi pukul 00.04 WIB magnitudo 4.9 dan pada pukul 05.34, magnitudo update 5.8.
Terkait gempa teranyar dengan magnitudo 6.1 yang terjadi pukul 10.29.14 WIB, menurut Daryono episenter gempabumi terletak pada koordinat 0,99° LS ; 98,53° BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 12 kilometer arah Barat Laut Siberut Barat, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat pada kedalaman 24 kilometer.
“Gempabumi ini, merupakan kelanjutan aktifitas gempa yang terjadi sebelumnya terjadi pada pukul 00.04 WIB dengan M4,9 dan pukul 05.34 WIB dengan M5.8,”ujar Daryono.
Menurut Daryono, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat adanya aktivitas subduksi lempeng segmen Megathrust Mentawai-Siberut. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan naik ( thrust fault ).
Gempa Bumi di Masa Lalu dalam Tafsiran Lisan dan Manuskrip Kuno
Berkaitan dengan bencana gempabumi dan tsunami di Ranah Minang, Peneliti sejarah kegempaan Sumatera Barat, Yose Hendra menyebutkan jika kejadian lindu, baik dulu maupun sekarang, sering diinterpretasikan dengan cara yang berbeda dari sudut pandang menurut paham tertentu.
Yose bilang, ingatan kolektif gempa masa lalu, banyak dikisahkan secara turun-temurun melalui pelbagai tafsiran baik itu secara lisan maupun dalam bentuk manuskrip atau tulisan tangan dari orang-orang terdahulu. Salah satunya, dapat dilihat dari Alquran sebagai naskah lama yang juga merupakan kitab suci umat Islam.
“Di dalam Alquran ini, gempa bumi dijelaskan dalam puluhan surat dan ayat. Orang-orang kampung di negeri Minangkabau yang masih berpikiran tradisional pada masa dahulu, cenderung menganggap gempa adalah takdir yang telah digariskan dalam Alquran atau pun kitab kuning yang dipercayai," kata Yose.
Bahkan kata Yose, mereka pasrah menghadapi datangnya bencana itu. Surau pun menjadi pilihan tempat berlindung kala gempa bumi melanda. Nah, pemikiran inilah yang kemudian memberikan sudut pandang kearifan lokal dalam menyikapi gempa tersebut. Bisa dimaknai, apakah masyarakat kala itu, memiliki pemikiran pengurangan risiko bencana, atau sebaliknya merupakan pertanda untuk lebih mensyukuri dan lebih religius.
Lalu, bagaimana dengan ingatan masyarakat di Minangkabau tentang hal itu. Yose menjelaskan, jika sejumlah naskah tentang gempa yang ditemukan oleh para filolog terdahulu, dapat menjadi gambaran jika gempa bumi itu merupakan sebuah peristiwa bencana alam yang berulang-ulang terjadi di Ranah Minang maupun wilayah lain di Indonesia.
Tentunya, dengan penafsiran dan prakiraan setelah kejadian gempa. Maka dari itu, teks gempa yang lahir menggambarkan jiwa zaman saat itu, persisnya proses pemikiran, pemaknaan, individu dan komunitas yang melahirkannya.
Yose menjelaskan, dalam penelitian yang pernah ia lakukan, saat gempa menghantam Kota Padangpanjang dan sekitarnya pada 1926, seorang penulis kondang Minangkabau bernama Mahmoed Joenoes, menjadikan peristiwa itu sebagai landasan untuk memperkaya Tafsir Koeran Indonesia, buku tafsir yang ia tulis sejak 1921.
"Dalam tafsir tersebut, Joenoes menuliskan jika persoalan gempa bumi ini telah dijelaskan Allah SWT dalam surat Az-Zalzalah, yang berarti keguncangan," ujar Yose.
Yose mencontohkan, dalam surat Al Fajr ayat 21, juga dijelaskan tentang bencana gempa bumi ini. Ayat ini berbunyi, 'kallaa idzaa dukkati al-ardhu dakkan dakkaan' Artinya, jangan (berbuat demikian) apabila bumi diguncangkan berturut-turut. Menurut ulama M. Quraish Shihab, makna ayat ini adalah menghantam sesuatu sehingga menghancurkannya.
Pengulangan kata 'dakkan' merupakan isyarat bahwa penghancuran itu benar-benar akan terjadi, atau untuk mengisyaratkan berulangnya penghancuran itu, masing-masing wilayah atau gunung dihancurkan sehingga benar-benar hancur. Jika ditinjau berdasarkan ilmu Geofisika, kata 'dakkan' dalam surat Al Fajr ayat 21 itu, dapat dimaknai terangkatnya kerak bumi yang berupa lempeng tektonik yang berada di atas fluida bawah permukaan yang sangat panas.
Lempeng tektonik ini bergerak relatif satu sama lain. Adanya aliran panas yang mengalir di dalam atmosfer yang berupa arus konveksi yang merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.
"Seringkali, gempa juga dikaitkan dengan gerhana, lalu ada prediksi kejadian setelah gempa yang dipandang dari sisi mitologi, ideologi, dan sains. Seperti halnya Alquran, para ulama juga menuliskan gempa yang terjadi saat itu dengan tafsiran (tahwil) seperti di atas," kata Yose lagi
Selain telah digariskan dalam Alquran dan manuskrip yang ditulis ulama tarekat, Yose menilai bukti nyata beberapa kejadian-kejadian gempa juga digoreskan dalam catatan pejabat kolonial Belanda serta ahli dari Eropa yang sedang bertugas di lokasi kejadian khususnya yang berada di pantai barat Sumatera. Arthur Wichmann seorang Geolog dan Mineralog asal Jerman misalnya.
Ia pernah mencatat adanya kejadian gempa yang disertai gelombang tsunami pada 1797. Catatannya itu kemudian dipublikasikan dalam Wichmann, A. Die Edbeben des Indischen Archipels bis zum Jahre pada 1857.
Selain itu, Residen Sumatera Barat pasca pengembalian dari Inggris sesuai Traktat London pada 1814, James du Puy, juga pernah mewariskan sepenggal catatan mengenai peristiwa gempa 1797 serta kejadian gempa dan tsunami pada 1833.
"Pengalaman du Puy merasakan gempa tersebut ia catat dan diterbitkan menjadi sebuah kumpulan laporan di tahun 1845 dan 1847. Tahun 1845 laporan mengenai gunung api dan gempa bumi di Sumatera juga dipublikasikan dengan judul Een aantekeningen omtrent vuurbergen en aardbevingen op Sumatra Tijdschrift voor Neerland's Indie," tutup Yose.