Kata Pengamat Hukum Soal Kasus PDAM Yang di Ungkit Pada Debat Kedua Pilkada Pesisir Selatan
- Padang Viva
Padang – Sebagian materi dari dokumen putusan perkara Nomor 47/Pid.Sus-TPK/2022/PN Pdg tentang kasus Korupsi PDAM tahun 2022 di Pessel yang digunakan dan disampaikan Calon Wakil Bupati Pesisir Selatan (Pessel) nomor urut 1, Nasta Oktavian dalam ajang debat putaran kedua, berbuntut panjang.
Nasta Oktavian dilaporkan ke Polisi dan Bawaslu setempat oleh tim dari paslon Cabup dan Cawabup nomor urut 2, Hendrajoni-Risnaldi (HJ-RI) dengan alasan sudah menyebar fitnah dan kampanye hitam melalui podium debat pemungkas tersebut.
Pengamat hukum Universitas Ekasakti (UNES) Padang, Adhi Wibowo, memberikan analisis hukum terkait amar putusan dengan terdakwa Robenson dalam kasus korupsi di PDAM Tirta Langkisau Pesisir Selatan (Pessel) itu.
Menurutnya, pertimbangan hakim dalam putusan itu dapat menjadi pintu masuk kembali bagi kejaksaan untuk lebih mendalami keterlibatan pihak lain.
Dalam putusan tersebut kata Adhi, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara, denda, dan pembayaran uang pengganti kepada terdakwa. Namun, ada sejumlah pertimbangan menarik yang layak disorot, terutama tentang saksi-saksi dalam perkara itu.
Adhi Wibowo mengatakan bahwa hakim dalam pertimbangan putusan perkara itu menyebutkan bahwa Hendrajoni, salah satu saksi, menerima uang sebesar Rp240 juta sebagai uang pembinaan. Meski demikian, saksi tersebut tidak diperintahkan untuk membayar uang pengganti dalam amar putusan.
"Secara hukum, saksi-saksi yang disebutkan dalam pertimbangan tersebut tidak memiliki kewajiban membayar kerugian negara, tetapi implikasi yuridisnya tetap pada terdakwa sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam amar putusan," ujar Adhi Wibowo, Rabu 20 November 2024.
Adhi Wibowo menekankan bahwa, jaksa penuntut umum memiliki kewenangan untuk menggali lebih dalam fakta-fakta dalam kasus itu. Ia menyebut. bahwa dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jaksa tidak hanya bertugas menuntut terdakwa, tetapi juga melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh.
"Korupsi adalah kejahatan luar biasa sehingga penanganannya harus tuntas dan tanpa diskriminasi. Orang-orang yang diduga terkait harus diperiksa untuk memastikan keadilan. Pertimbangan hakim dalam putusan ini dapat menjadi pintu masuk bagi kejaksaan untuk mendalami keterlibatan pihak lain," kata Adhi.
Adhi pun mendorong Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan untuk mengambil langkah proaktif atau "jemput bola" dalam mengusut dugaan keterlibatan pihak lain berdasarkan fakta-fakta yang muncul di persidangan.
Menurutnya, hasil pertimbangan hakim, bisa menjadi informasi awal sebagai dasar penyelidikan, tentunya dengan tetap mengutamakan dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
"Langkah ini penting dilakukan untuk mencapai kebenaran materiil. Pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang disebutkan dalam pertimbangan hakim bukan berarti mereka langsung dianggap bersalah, melainkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum," ucap Adhi.
Pihaknya kemudian mendorong Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan untuk menunjukkan komitmen yang kuat dalam memberantas korupsi dengan menyelidiki setiap pihak yang disebutkan dalam kasus itu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Bahwa kemudian setelah pemeriksaan ini memang tidak ada bukti dan tidak ada fakta itu soal lain, tapi paling tidak kejaksaan punya komitmen bahwa siapa pun yang tersangkut dan disebut namanya akan diperiksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan," tutup Adhi.
Diketahui, sebagian materi dari dokumen putusan perkara Nomor 47/Pid.Sus-TPK/2022/PN Pdg tentang kasus Korupsi PDAM di Pessel, digunakan dan disampaikan Nasta dalam ajang debat tersebut.
Mulanya, Calon Wakil Bupati nomor urut 1, Nasta Oktavian yang menanyakan soal pemerintahan yang bersih dan akuntabel kepada kompetitornya yakni, calon Bupati nomor urut 2 Hendrajoni yang merupakan incumbent Bupati Pessel periode 2016-2021.
Nasta Oktavian membuka pertanyaan setelah Hendrajoni menjawab strateginya terkait pertanyaan moderator yang berkaitan tentang pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta layanan publik yang optimal.
Dalam pertanyaan itu, Nasta mempertajam pertanyaannya dengan adanya kasus korupsi PDAM jelang akhir masa jabatan Hendrajoni dan dibebani dengan mengembalikan uang pengganti Rp 240 juta.
Amar putusan pada kasus itu, Majelis Hakim berkeyakinan dan berpendapat bahwa uang pembinaan sebesar Rp240 juta yang dikeluarkan dari kas PDAM tanpa dasar hukum, merupakan tanggung jawab Hendrajoni sebagai Bupati saat itu sehingga uang pengganti senilai Rp240 juta, dibebankan kepada saksi Hendrajoni.
Putusan ini berkekuatan hukum tetap dengan satu terdakwa atas nama Robenson yang dijatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Dalam amar putusan itu, Robenson juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp286 juta.