Tiga Wilayah di Sumbar Dilanda Bencana Hidrometeorologi Basah

Banjir terjang Kabupaten Solok
Sumber :
  • VIVA Padang/Andri Mardiansyah

Padang – Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, Rumainur menyebut Kabupaten Solok, Pasaman dan Kabupaten Agam dilanda bencana hidrometeorologi basah berupa banjir, banjir bandang dan longsor. Meski demikian, tidak ada korban jiwa yang timbul akibat peristiwa ini.

"Di Kabupaten Solok ada banjir bandang, Pasaman dan Agam juga banjir. Yang di Pasaman dua unit jembatan penghubung hanyut terbawa arus sungai. Ini kejadian bencana dalam dua hari terakhir,"kata Rumainur, Kamis 23 Maret 2023.

Rumainur bilang, selain merusak infrastruktur warga dan umum, lahan pertanian juga terdampak. Di Nagari Rao, Pasaman misalnya, banjir merusak sekitar 75 hektare lahan pertanian warga. Pun juga yang di daerah Pantai Cermin, Kabupaten Solok juga merusak lahan pertanian. 

Dia melanjutkan, tingginya curah hujan juga memicu terjadinya gerakan tanah atau longor. Ada lima tiitk longsor terjadi di Jorong Taruyan Nagari Tigo Balai, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam. Material longsor menutupi ruas jalan sepanjang kurang lebih 20 meter dengan ketebalan kisaran dua meter. 

"Tidak ada korban jiwa dalam rangkaian peristiwa ini. Banjir di semua titik terdampak juga sekarang sudah surut. Tim gabungan berjibaku membersihkan daerah terdampak dari material sisa banjir dan longsor,"ujar Rumainur.

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut jika fenomena perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini, kian mengkhawatirkan. Bahkan, sudah memicu dampak yang lebih luas dan menciptakan bencana hidrometeorologi basah dan kering. 

Bahkan kata Dwikorita, bencana hidrometeorologi kini rutin terjadi setiap tahun. Peristiwa alam terkait iklim, dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi juga terjadi. Tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi di banyak negara

"Akibat perubahan iklim, kejadian-kejadian ekstrim lebih kerap terjadi, terutama kekeringan dan banjir. Jika sebelumnya rentang waktu kejadian berkisar 50  hingga 100 tahun, maka kini rentang waktu menjadi semakin pendek atau frekuensinya semakin sering terjadi dengan intensitas yang lebih tinggi atau durasi yang semakin panjang,"kata Dwikorita.