Mengenal Karakteristik Gunung Marapi
- Padang Viva/Andri Mardiansyah
Padang – Kejadian erupsi gunung Marapi Sumatera Barat pada 3 Desember 2023 menambah catatan kelam jejak kebencanaan di tanah Minangkabau. 75 pendaki yang muncak pada saat itu menjadi korban, 24 diantaranya terkonfirmasi meninggal dunia. Pada saat kejadian, Marapi sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda. Letusan datang dengan tiba-tiba.
Merujuk dokumen rencana kontingensi dan standar operasional prosedur bencana gunung api yang diterbitkan Pemprov Sumatera Barat tahun 2016, gunung Marapi dengan ketinggian 2.891 Mdpl ini, terletak dalam kawasan administrasi Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar.
Marapi disebut termasuk dalam golongan gunung api yang paling aktif di Sumatera Barat. Marapi punya lima kawah yakni, Kaldera Bancah (A), Kapundan Tuo (B), Kabun Bungo (C), Kapundan Bongso (D), dan kawah Verbeek atau Kapundan Tenga (D4).
Meski banyak pintu masuk, namun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat menetapkan dua pintu masuk jalur pendakian yakni dari Batu Plano, Sungai Pua dan jalur Koto Baru. Kedua jalur masuk ini akan dipertemukan dengan satu jalur pendakian yang baru-baru ini diberi nama jalur pendakian Proklamator.
Karakter letusan gunung Marapi, berupa letusan secara eksplosif maupun efusif dengan masa istirahat rata–rata 4 tahun. Kegiatannya tidak selalu terjadi pada kawah yang sama, tetapi bergerak membentuk garis lurus dengan arah timur–barat daya antara kawah Tuo hingga kawah Bongsu. Sejak awal tahun 1987 hingga kini, letusannya bersifat eksplosif dan sumber letusannya hanya berpusat di kawah Verbeek.
Letusan itu, disertai dengan suara gemuruh, abu, pasir, lapili dan terkadang juga diikuti oleh lontaran material pijar dan bom vulkanik. Berdasarkan peta geologi Gunung Marapi, produk Gunung Marapi diantaranya adalah aliran lava, aliran piroklastik (awan panas) sebagai hasil dari guguran lava, serta batuan jatuhan piroklastik yang lebih dominan.