Wali Kota Surabaya Diklarifikasi soal Kontroversi Rompi Biru Mirip Prabowo-Gibran
- tvOne
Padang – Kehadiran Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dengan mengenakan rompi biru yang identik dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo-Gibran, menimbulkan kehebohan dan sorotan publik.
Wali Kota yang didukung oleh PDIP tersebut terlihat mengenakan pakaian berwarna biru saat menghadiri pengukuhan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Surabaya periode 2023–2027 di Balai Kota Surabaya. Simbol rompi biru tersebut selama ini dikaitkan dengan pasangan Prabowo-Gibran, sehingga muncul asumsi bahwa Eri Cahyadi mendukung paslon nomor urut 2. Namun, penting untuk dicatat bahwa PDIP sebenarnya mengusung paslon capres cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Klarifikasi segera disampaikan oleh Eri Cahyadi terkait kejadian tersebut. Dalam klarifikasi yang diumumkan oleh Tim Komunikasi Strategis Eri Cahyadi pada Selasa, 6 Februari 2023, disebutkan bahwa kehadiran Wali Kota Surabaya pada acara tersebut sama sekali tidak memiliki kaitan dengan kegiatan politik. Aprizaldi, perwakilan dari tim tersebut, menjelaskan bahwa acara tersebut merupakan pengukuhan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Surabaya periode 2023-2027 yang berlangsung di Lobby lantai 2, Balai Kota Surabaya pada 2 Februari 2024.
Eri Cahyadi, dalam acara tersebut, diberi penghargaan sebagai Dewan Kehormatan Pemuda Muhammadiyah Surabaya.
Aprizaldi menegaskan bahwa Eri Cahyadi sebagai kepala daerah tunduk pada aturan-aturan terkait kampanye, di mana penggunaan fasilitas negara tidak diperkenankan dan harus dilakukan di hari libur atau dengan mengajukan cuti. "Sebagai kader PDI Perjuangan, Eri Cahyadi mengikuti putusan partai untuk mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Selain itu, dalam acara tersebut, tidak ada pembahasan atau dukungan politik terkait Pemilu 2024," ujar Aprizaldi.
Rompi warna biru yang dikenakan oleh Wali Kota Surabaya merupakan hadiah dari Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Surabaya, sebagai penghargaan atas peran Eri Cahyadi sebagai Dewan Kehormatan Pemuda Muhammadiyah Surabaya. "Semua pengurus Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Surabaya juga mengenakan rompi yang sama," tambah Aprizaldi.
Di sisi lain, Umar Sholahudin, Wakil Dekan FISIP Universitas Wijaya Kusuma, memberikan pandangannya terkait fenomena sudden 'trend' mengenakan pakaian berwarna biru, yang menjadi simbolik mendekati pemilihan presiden. Umar menyoroti kemungkinan adanya motivasi politik tertentu di balik tindakan ini, terutama dari pejabat publik seperti kepala daerah.
"Bisa jadi ini merupakan respons yang tergesa-gesa yang mengarah pada calon tertentu. Atau, mungkin para kepala daerah merasa memiliki masalah hukum dan ingin mencari perlindungan politik," ungkapnya.
Umar merujuk pada kasus Bupati Sidoarjo dan Bupati Gresik yang tiba-tiba menyatakan dukungan pada pasangan calon tertentu, meskipun partai mereka tidak mengusung paslon tersebut. Ia mengamati bahwa para kepala daerah yang berpotensi memiliki masalah hukum menjadi target dalam praktik politik saat ini.