Gadget Disebut Picu Masalah Kesehatan Mental dan Perilaku Anak
- Pixabay
Padang – Rahmah Rezki Elvika, Zulian Fikry dan Gumi Langerya Rizal, tiga dosen dari Departemen Psikologi Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat mengungkap fakta bahwa penggunaan gadget dalam waktu yang lama, menyebabkan peningkatan signifikan dalam masalah kesehatan mental dan perilaku bagi anak.
Rahma menyebut bahwa, selama pandemi COVID-19, penggunaan gadget oleh anak-anak meningkat tajam lantaran adanya pemberlkuan sistem pembelajaran jarak jauh alias daring.
Kata Rahma, merujuk pada hasil survei Kementerian Kesehatan pada tahun 2021, penggunaan gadget pada anak meningkat hingga 70 persen. Survei ini, selaras dengan Kemkominfo dalam studinya yang juga menemukan kategori anak dan remaja, hanya 2 persen dari mereka yang tidak tahu tentang internet.
"Sebagian besar dari para anak dan remaja ini, sudah menjadi pengguna internet (79.5 persen). Ini menyebabkan terjadinya peningkatan yang cukup signifikan bagi kesehatan mental dan perilaku anak,"kata Ramha, Selasa 13 Agustus 2024.
Rahma bilang, betul memang bahwa kehadiran era digital saat ini tidak sepenuhnya buruk. Menurut American Psychology Association, banyak hal baik yang juga ditawarkan oleh era digital ini seperti media sosial yang dapat menjadi wadah bersosialisasi sekaligus menjalin koneksi yang berdampak positif dalam banyak hal.
Meskipun begitu, menurut Rahma, potensi dampak negatif dari media sosial juga mesti diwaspadai mulai dari dampak terhadap diri pribadi hingga sosial seperti gangguan tidur, gangguan aktivitas fisik, permasalahan interaksi sosial, perundungan dunia maya, disinformasi, hingga dampak lain berupa ujaran kebencian.
"Belum lama ini kini mengonfirmasi fenomena penggunaan gadget pada anak-anak dan mengaitkannya dengan pola pengasuhan orang tua di era digital. Lewat sebuah lokakarya. Diadakan pada pekan pertama Agustus. Tim dosen menguji skop kecil masyarakat di Nagari Batu Payuang, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima puluh kota,"ujar Rahma.
Dalam lokakarya itu, sebanyak 34 orang peserta dari kader posyandu, guru, hingga masyarakat, mengaku beberapa yang dikawatirkan para orang tua di era digital ini ialah kebiasaan anak-anak bermain game online.
Selain itu kata Rahma lagi, dari sisi orang tua, adalah kebiasaan menjadikan "gadget sebagai pengasuh anak”. Artinya beberapa orang tua pada zaman ini yang memang sengaja memberikan gadget pada anak dengan dalih agar anak dapat tenang dan tidak rewel.
Rahma menambahkan, fakta yang terungkap dari para orangtua di Nagari Batu Payuang, hampir terjadi di banyak tempat. Para orangtua mengalami kesulitan mengasuh anak di tengah perkembangan digital yang saat ini menyajikan banyak hal dan daya tarik.
Sehingga, diperlukan pengetahuan serta penyesuaian dalam proses pengasuhan. Anak-anak tidak mesti dijauhkan dari teknologi digital, melainkan menerapkan dua konsep pengasuhan yaitu digital parenting dan mindful parenting.
“Karena perubahan zaman dimana era saat ini merupakan era digital sehingga perlu ada penyesuaian dalam proses pengasuhan. Begitu juga dengan perkembangan manusia yang terus berubah dari bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa dimana masing-masing tahap perkembangan ini akan punya karakteristik dan tugas perkembangan yang berbeda pula,” ujarnya.
Rahmah menegaskan, pengasuhan bukan hanya tentang anak. Pengasuhan melibatkan interaksi antara kedua belah pihak yaitu pengasuhan (orang tua) dan anak (yang diasuh).
Karena itu kondisi psikologis, emosional, kesehatan, pikiran dan kesadaran orang tua saat mengasuh menjadi penting. Banyak kasus para orangtua sampai kesulitan hingga frutasi dalam pengasuhan karena dilatarbelakangi kesibukan pekerjaan, kondisi emosi antar pasangan, dan stressor kehidupan lainnya.
“Inilah yang kemudian mendasari kegiatan psikoedukasi dan workshop digital parenting dan mindful parenting. Orang tua perlu mengetahui strategi pengasuhan yang berlandaskan atas kesadaran penuh atas kondisi diri sendiri dan anak selama praktik pengasuhan,” kata Rahmah.
Tim Dosen Psikologi Zulian Fikry menambahkan bahwa, orangtua perlu saat ini harus melek digital untuk mengimbangi anak-anak yang memang terlahir dan langsung bersentuhan di era digital (digital native).
Pada konsep Digital Parenting, orang tua tidak harus menutup akses anak terhadap gadget dan internet, tapi mendampingi tumbuh kembang dengan sejumlah negosiasi, batasan-batasan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan anak terkait gadget maupun akses internet.
“Orang tua juga perlu tau kapan waktu yang tepat bagi anak untuk memperoleh gadgetnya sendiri, mengakses internet, hingga memiliki media sosial sendiri”. Kata Fikry.
Menurutnya, screentime yang dianjurkan bagi anak usia anak-anak hingga remaja hendaknya tidak lebih dari 2 jam perhari. Lalu, pentingnya keberfungsian peran masing-masing anggota keluarga.
Bagaimana orang tua dapat hadir, berfungsi, dan menjalankan perannya sebagai orang tua menjadi indikator penting untuk tumbuh kembang anak. Baik ayah dan ibu bekerjasama dalam usaha pengasuhan sebab anak bisa belajar banyak hal berbeda dari ibu dan ayah yang akan mendukung tumbuh kembang anak.
“Mengasuh dengan kesadaran, tidak hanya sadar dengan kondisi anak namun juga kondisi orang tua saat mengasuh. Orang tua hendaknya bisa merespon segala hal dalam pengasuhan secara sadar, tidak sekedar memunculkan reaksi emosional saja”. kata Gumi Langerya Rizal menambahkan.
Gumi menambahi strategi sederhana bagi orangtua agar bisa mindful dalam pengasuhan melalui teknik stop, pause, and play.
Pentingnya bagi orang tua untuk dapat merespon situasi sulit selama pengasuhan dengan tetap melibatkan logika terkait apa yang terjadi pada anak, alasan dibalik perilaku yang dimunculkan anak, perasaan dan kebutuhan anak saat itu, juga perasaan dan kebutuhan orang tua sendiri.
“Semua ini perlu dilakukan dengan penuh kesadaran agar tujuan pengasuhan bisa tercapai,” tutupnya.