Polda Sumbar Selesaikan Ratusan Kasus dengan Restorative Justice

Irjen Pol Teddy Minahasa Putra. Foto/Humas Polda Sumbar
Sumber :

Padang – Sepanjang tahun 2022, sebanyak 257 kasus dari 2.257 kasus bisa diselesaikan dengan Restorative Justice (RJ). Sementara tahun 2021, sebanyak 1.011 kasus juga diselesaikan dengan cara serupa dari total 5.585 kasus.

Lestarikan Adat Untuk Jaga Generasi Muda

Pernyataan itu disampaikan Kapolda Sumbar, Irjen Pol Teddy Minahasa Putra, usai membuka acara Focus Group Discussion (FGD) tentang Restorative Justice di Hotel Pangeran Beach Padang pada Selasa, (28/6).

"Ada beberapa manfaat yang diperoleh dalam RJ ini, pertama pertentangan sosial antara masyarakat bisa kita reduksi, asas musyawarah dan mufakat sangat ditonjolkan, kemudian efisiensi anggaran negara," ujarnya.

Kelola Dana Miliaran, Aparatur Nagari Harus Paham Aturan dan Tupoksi

Menurut Teddy, terkait efisiensi anggaran ini, harus diakuinya proses peradilan masih berbelit-belit. Pasalnya, dalam proses penyelidikan, penyidikan, hingga peradilan masih memakan waktu panjang di internal.

"Di internal kita saja ada proses penyelidikan, penyidikan hingga peradilan, itu memakan waktu yang panjang," sebut Teddy.

Solsel Raih Opini WTP Untuk Ke-8 Kali

Lebih lanjut, Kapolda Sumbar ini mencontohkan Restorative Justice di Satreskrim, Ditreskrimum dan Ditreskrimsus. Kendati begitu, ia menilai juga terdapat beberapa kasus yang dikecualikan dalam Restorative Justice tersebut.

 "RJ ini bisa diterapkan kecuali pada kasus Korupsi, Terorisme, Makar, Narkoba," tegasnya.

Terkait FGD ini, jenderal bintang dua ini menerangkan, digelar dalam rangka menyusun tindak lanjut perjanjian kerja sama dengan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar pada bulan Maret lalu.

"Terkait penanganan kasus hukum di luar peradilan, artinya non vokasi itu bisa diselesaikan dengan restorative justice," tutur Teddy.

Ia berpendapat hal itu selaras dengan apa yang tertuang dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Restorative Justice. Bahwa, Penyelesaian sengketa-sengketa hukum di internal masyarakat tidak harus semuanya diselesaikan secara proses peradilan.

Kemudian, dalam FGD ini pihaknya meminta masukan dari pihak pakar, dan tokoh masyarakat. Lalu lanjutan perjanjian kerja sama dengan LKAAM ini rencananya akan dilakukan pada hari puncak HUT ke-76 Bhayangkara pada 7 Juli mendatang. 

"Mekanisme sebelum penandatanganan perjanjian kerjasama adalah FGD, meminta masukan para pihak pakar, masyarakat, tokoh untuk melengkapi draft dari perjanjian kerja sama itu," pungkasnya.