Tradisi Marosok, Cara Dan Etika Berdagang Sapi di Ranah Minang

Tradisi Marosok. Foto/Andri Mardiansyah
Sumber :

Surat-surat itu, merupakan surat tanda bukti yang menunjukkan telah terjadinya transaksi jual beli ternak. Sehingga pembeli hewan ternak terhindar dari tuduhan pencurian hewan ternak atau hewan ternak tersebut merupakan hewan ilegal. Setelah tahapan ini selesai, maka transaksi jual beli selesai dan, pembeli dapat membawa sapi itu pulang.

Jadi intinya, tradisi marosok ini dilakukan untuk menjaga merahasiakan harga yang telah disepakati. karena dulu penjual maupun pembeli harus melindungi harta yang mereka bawa dari pencuri pada saat melakukan perjalanan jauh untuk melakukan transaksi jual beli.

Meski sudah menjadi kebiasaan, namun ada juga beberapa pedagang yang mulai beralih ke sistem transaksi yang lain. Selain lebih efektif, juga dianggap dapat lebih menyakini para calon pembeli.

Ficky Tri Saputra salah satunya. Pemilik peternakan tumbuh kambang basamo di Limau Manis Selatan Kecamatan Pauh Kota Padang ini, mulai menjajal sistem jual beli sapi ternaknya dengan menggunakan timbangan elektrik.

Menurut Ficky, dengan menggunakan timbangan elektrik para pembeli dapat mengetahui langsung berat badan sapi yang dipilih. Beda dengan transaksi marosok, berat badan sapi masih diterka-terka, meski sebelumnya juga mungkin sudah melewati proses penimbangan.

"Kalau pakai timbangan elektrik ini, setiap pembeli dapat melihat langsung bobot sapi pilihannya. Tidak ada rekayasa berat badan,"kata Ficky.

Meski demikian, Ficky memastikan jika dirinya sesekali tetap mengikuti tradisi marosok. Marosok menurutnya, tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Karena selain harus tetap dilestarikan, juga sebagai ajang mempererat silaturahmi antar sesama pedagang sapi dari berbagai daerah di Sumatera Barat.