Makna Dibalik Bahan Utama Rendang
Padang – Bagi orang Minang, rendang bukan sekedar makanan. Rendang, bukan hanya pengisi perut. Makanan ini dianggap sebagai “kepalanya makanan”. Artinya, dalam sebuah jamuan adat, harus ada rendang. Menurut S. Metron Masdison praktisi, rendang asal Sumatra Barat, sedikitnya ada tiga jenis makanan di Minangkabau, yaitu makanan adat, samba adat, dan makan beradat. Nah, rendang termasuk jenis samba adat.
Apakah samba (aneka lauk dan sayur) adat itu? Samba artinya ‘aneka lauk dan sayur’. Samba adat adalah makanan yang wajib hadir dalam setiap upacara adat. Samba adat inilah yang menjadi penentu berlangsungnya sebuah upacara adat. Samba adat meliputi dua jenis, yaitu rendang daging kerbau dan gulai rebung.
S. Metron menjelaskan, rendang daging kerbau tidak bisa digantikan dengan daging lain, misalnya daging sapi. Kerbau adalah syarat sah atau tidaknya gelar seorang penghulu. Lalu, gulai rebung untuk samba adat harus dicampur dengan daging kerbau. Gulai rebung juga tidak dapat digantikan dengan gulai lain, misalnya gulai nangka atau gulai kentang.
Rebung, memiliki tekstur yang berlapis-lapis. Bagi masyarakat Minangkabau, lapisan-lapisan rebung itu menyimbolkan lapisan-lapisan masyarakat. Lapisan-lapisan itu, bisa berupa pekerjaan, pangkat, atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Selain itu, rebung juga dipakai dalam ukiran pada rumah gadang yang disebut pucuk rebung.
Samba adat, hanya boleh dihidangkan kepada penghulu dalam upacara adat. Hidangan kepada penghulu tersebut memiliki lambang dan arti yang penting. Rendang, melambangkan sebuah kematangan yang diperoleh karena kesabaran. Dengan demikian, seorang penghulu dalam mengambil keputusan tidak boleh gegabah atau tergesa-gesa.
Penghulu kata S. Metron, harus menimbang baik-buruknya sesuatu sebelum mengambil keputusan. Kemudian gulai rebung dilihat sebagai lapisan masyarakat yang harus dilindungi atau berada dalam kekuasaan penghulu. Dalam menghidangkan samba adat, harus menggunakan wadah yang khusus, yaitu talam bakaki.
S. Metron melanjutkan, bahkan di salah satu nagari, Rendang malah untuk dilihat-lihat saja. Letaknya paling ujung di antara deretan makanan. Namanya, samba godang atau lauk besar. Betul- betul besar. Satu potong daging beratnya sampai satu kilogram.
Acaranya disebut batagak pangulu atau pelantikan kepala adat. Makanan dideretkan di atas kain putih panjang. Nah, yang berada paling ujung adalah rendang. Saking besarnya, Rendang itu tak dimakan. Rendang itu sama sekali tak disentuh. Begitu terhormatnya masakan yang satu ini. Sayang, acara itu sudah jarang dilaksanakan. Saat ini, sekali-sekali saja.
Tradisi lainnya kata Metron, adalah makan bajamba yang artinya ‘makan bersama’. Makan bajamba merupakan tradisi makan yang dilakukan bersama-sama. Tradisi ini bertujuan untuk memupuk tali silaturahmi, sekaligus memunculkan rasa kebersamaan. Biasanya acara makan bajamba ini diadakan di sebuah rumah dan dihadiri oleh puluhan atau ratusan orang.
Ketika makan, semua orang gembira. Mereka bekerja sama menghabiskan nasi di talam atau dulang. Nasinya sangat banyak.
Rendang juga ada pada saat hari besar umat Islam, terutama Idul Fitri dan Idul Adha. Khusus untuk Hari Raya Kurban (Idul Adha), hampir setiap rumah membuat masakan ini. Apalagi didukung dengan berlimpahnya daging pada hari itu.
Lalu bagaimana dengan bahan dasar membuat rendang, dijelaskan Metron, ternyata, bahan-bahan membuat rendang memiliki keunikan sendiri. Semuanya, melambangkan masyarakat Minangkabau. Ada Empat bahan pokok untuk membuat rendang.
Bahan pertama adalah dagiang atau daging sapi. Bahan utama ini melambangkan niniak mamak, datuak, atau pangulu. Ketiganya, merupakan sebutan untuk pemimpin suku atau kaum. Mereka dianggap memberi kemakmuran bagi anak dan kemenakan. Selain itu, dianggap bisa menyatukan seluruh warga.
Bahan kedua adalah, karambia atau kelapa yang melambangkan kaum cadiak pandai atau orang cerdas. Mereka merekatkan kebersamaan kelompok maupun individu. Selain itu, membantu kelompok pertama dalam memecahkan masalah. Ia pelindung. Juga pembuat hukum bagi suku di Minangkabau.
Kenapa dilambangkan dengan kelapa? Kelapa, tanaman serba guna. Mulai dari buah hingga batangnya. Buahnya di minum. Batang untuk tonggak rumah. Batoknya jadi arang. Daunnya bisa buat ketupat.
Lidi untuk menyapu rumah? Juga dari kelapa. Begitu juga cadiak pandai. Mereka juga berguna bagi masyarakatnya. Mereka merekatkan kebersamaan kelompok maupun individu. Selain itu, mereka membantu kelompok pertama dalam memecahkan masalah.
Ia pelindung dan juga pembuat hukum bagi suku di Minangkabau. Begitu juga cadiak pandai. Mereka juga berguna bagi masyarakatnya. Bahan ketiga adalah lado atau cabai. Ia lambang alim ulama yang dianggap tegas dan pedas dalam mengajarkan agama. Pernah mencoba cabai, bukan? Pedas, ya. Begitu juga alim ulama.
Dan bahan terakhir kata Metron adalah, pemasak atau bumbu-bumbu. Ini melambangkan setiap individu yang bersatu. Mereka antara lain dubalang (pengawal), manti, dan bundo kanduang (ibu-ibu). Di Minangkabau, individu memiliki peran tersendiri. Tujuannya adalah, memajukan budaya Minangkabau. Ini adalah unsur terpenting dalam hidup bermasyarakat.