Rumah Gerbaca, Penjaga Keharmonisan Pelaihari 

Ilustrasi kawasan konservasi. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Ilustrasi kawasan konservasi. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Sumber :
  • ANTARA FOTO

Padang – Terasing di tanah Sendiri salah satu kawasan konservasi yang dikelola SKW I Pelaihari – Balai KSDA Kalimantan Selatan adalah Taman Wisata Alam Pelaihari.

Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan TWA Pelaihari terletak di Desa Batakan, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut. Pada tingkat tapak, pengelolaan kawasan konservasi itu diamanahkan kepada Resort TWA Pelaihari/Batakan yang kantornya berada di Desa Batakan.

Dari buku 100 plus Inovasi KSDAE yang tulis oleh Mirta Sari dan Mahrus Aryadi, kantor itu sempat tanpa aktivitas selama enam tahun, karena adanya resistensi masyarakat Desa Batakan terhadap Balai KSDA Kalimantan Selatan. 

“Pertentangan antara pengelola kawasan TWA Pelaihari dengan masyarakat dimulai pada tahun 2012, bermula pada penegakan hukum terhadap para penebang kayu dan cukongnya. Puncak penolakan masyarakat terhadap kami adalah pada saat kami menegur vendor yang melaksanakan pemasangan listrik di warung-warung pinggir pantai TWA Pelaihari," tulisnya. 

Pada saat itu masyarakat demo menyerang kantor resort dan berakhir dengan pembakaran kantor tersebut, barang-barang cottage yang berjejer di kantor tersebut dijarah oleh masyarakat.

Masyarakat Desa Batakan mempunyai ketergantungan terhadap TWA Pelaihari yang sangat tinggi, mereka memanfaatkan kawasan tersebut sebagai lahan berladang, mencari ikan air tawar dan udang, lahan penggembalaan sapi dan penebangan liar di dalam kawasan.

Tingkat pendidikan mereka rendah. Warga dewasa yang buta huruf, yang sama sekali tidak pernah sekolah mencapai 372 jiwa. Keterbatasan inilah yang diduga dimanfaatkan oleh para tokoh-tokoh illegal logging untuk melakukan provokasi dan ancaman kepada masyarakat Desa Batakan agar menolak keberadaan kami sebagai pengelola kawasan TWA Pelaihari.

Konflik terus berjalan, dan selama itu juga anggota SKW I Pelaihari sembunyi-sembunyi, tanpa atribut orang kehutanan, melakukan kegiatan di dalam kawasan, meskipun sangat terbatas. Pengamanan kawasan terhadap illegal logging tidak bisa dilakukan, pengaturan dan penertiban terhadap penggembalaan sapi, perladangan dan warung warung pinggir pantai tidak bisa berjalan dengan semestinya, penarikan PNBP karcis masuk kawasan tidak bisa dilakukan. 

Akibatnya negara tidak bisa mendapatkan penghasilan dari kawasan ini dan degradasi hutan pantai TWA Pelaihari tidak bisa lagi dibendung.

Rekonsiliasi

Pihak KSDA berusaha keras untuk melepaskan pelan-pelan benang kusut ini. Tahun 2018 KSDA mulai intensif melakukan pendekatan kepada masyarakat Desa Batakan. Tokoh-tokoh kunci di desa tersebut turut ditemui dan dekati. 

"Kami juga mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang bekerja di dalam kawasan. Pendekatan demi pendekatan kami lakukan. Pendampingan kami laksanakan. Dan akhirnya pada satu titik, kami akhirnya berangkulan," tulis di buku itu.

Konflik itu selesai. Namun hubungan baik tetap harus dijaga. Perlu jurus khusus untuk menjaga komunikasi dan keharmonisan yang telah terbangun itu.

Tuna aksara adalah permasalahan tersendiri di masyarakat Desa Batakan. Dan KSDA peduli tentang hal itu. Akhirnya KSDA menggunakan kantor Resort TWA Pelaihari sebagai pusat pembelajaran membaca latin dan belajar Al Qur’an. Optimalisasi kantor resort menjadi rumah belajar bagi warga desa itu dinamai Rumah GERBACA (GERbang BAtakan membaCa & maju bersamA).

Gerbaca yang Indah