Nagari Ramah Harimau Cara Orang Minang Menjaga Eksistensi Inyiak Balang

Ilustrasi Harimau Sumatra. Foto/Andri Mardiansyah-Padang Viva
Sumber :

Padang – Human Tiger Conflict (HTC) atau konflik manusia versus harimau sumatra terus terjadi, sejak dulu hingga sekarang. Tak kunjung usai, entah sampai kapan. Bahkan, sudah menjadi persoalan yang sangat kompleks. Harus segera diatasi, Jika tidak, dampak yang timbul akan semakin meluas.

Menperin Sebut Kemajuan Industri Kunci Menuju Lima Besar Kekuatan Ekonomi Dunia

Harimau Sumatra, tak hanya hewan yang menempati posisi top predator. Lebih dari itu, juga merupakan bagian dari jati diri bangsa ini. Di spesiesnya, harimau sumatra satu-satunya yang masih bertahan setelah saudaranya dari tanah Bali dan Jawa mati lalu dinyatakan punah. 

Untuk menjaga eksistensi harimau sumatra dihabitatnya, tentu saja dibutuhkan langkah jitu untuk meminimalisir terjadinya HTC ini. Sebuah langkah penanganan yang kemudian didasari dengan tujuan untuk meminimalisir efek negatif terhadap kehidupan sosial manusia, ekonomi, kebudayaan, dan pada konservasi satwa liar dan lingkungannya itu sendiri. 

Pentingnya Pelibatan Generasi Muda dalam Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

Tujuannya tak lain agar harimau sumatra tetap eksis dibelantara hutan saja dan dapat menjaga keseimbangan ekosistem. Jika Harimau Sumatra punah, maka dampak lain yang akan timbul juga akan banyak.

Menurut catatan Balai Konservasi Sumber daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat, terdapat dua lanskap habitat Harimau Sumatra atau yang sering disebut dengan julukan Inyiak Balang oleh masyarakat Minangkabau.

DPRD Apresiasi Capaian Kinerja Pemkab Solsel 2023

Dua lanskap itu, terdiri dari landskap besar yang meliputi kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Suaka Margasatwa Barisan, Batang Pangean I dan II, hingga Rimbang Baling. Landskap besar ini, memiliki daya tampung untuk 70 ekor harimau sumatera.

Lalu, ada landskap sedang yang membentang mulai dari Cagar Alam Maninjau, Malampah Alahan Panjang, Rimbo Panti, Batang Gadis, hingga Batang Toru Sumatera Utara. Lanskap ini, dapat mendukung kehidupan 20 hingga 70 ekor harimau sumatra.

 

Ilustrasi Evakuasi Harimau Sumatra. Foto/Andri Mardiansyah-Padang Viva

Photo :
  • -

 

Kepala BKSDA Sumatra Barat Ardi Andono menilai, human tiger conflict yang terjadi di Ranah Minang cukup banyak. Dalam rentang tahun 2018 hingga 2021, kita mencatat sedikitnya ada 30 kasus yang terjadi di sembilan wilayah. 

Kabupaten Agam, Pasaman Barat dan Kabupaten Solok Selatan, menjadi tiga wilayah dengan tingkat human tiger conflict yang paling tinggi. Disusul, kota Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Limapuluh Kota dengan tingkat terendah.

“Kejadian HTC tertinggi, terjadi pada tahun 2020 (Sembilan kali) dan 2021 (Sepuluh kali). Tipe konflik yang sering terjadi adalah, penyerangan oleh harimau sumatra terhadap hewan ternak, kemunculan harimau disekitar pemukiman masyarakat dan harimau terjerat,”kata Ardi Andono, Sabtu 28 Mei 2022.

Bergeser ke data sebelumnya, Ardi bilang sepanjang tahun 2001 sampai 2016, dilaporkan 82 HTC. Dengan konflik terbanyak berupa, sang raja hutan itu memangsa ternak dan kematian sang harimau. 

Lokasi konflik tertinggi pada saat itu, terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan, Agam, dan Padang Pariaman. Sedangkan yang terendah adalah, Kota Sawah Lunto, Kota Bukittinggi dan Kabupaten Sijunjung.

Nagari Ramah Harimau

 

Ilustrasi Evakuasi Harimau Sumatra. Foto/Andri Mardiansyah-Padang Viva

Photo :
  • -

 

Kata Ardi Andono, sebagai upaya mencegah terjadinya HTC, pihaknya melahirkan inovasi berupa Nagari Ramah Harimau yang bertujuan untuk menciptakan Nagari (desa) yang bersahabat dan berkontribusi dalam pelestarian harimau sumatera.

Nagari Ramah Harimau, juga sebagai perwujudan keterlibatan masyarakat dalam mitigasi konflik. Luaran Nagari Harimau sendiri adalah, terbentuknya Tim Patroli Berbasis Masyarakat yang kemudian diberi nama Patroli Anak Nagari atau Pagari.

“Nagari Ramah Harimau ini, sebuah komunitas kearifan lokal atau adat, dan juga sebagai ujung organisasi pemerintahan terendah. Memiliki peranan yang menentukan dalam upaya pelestarian harimau sumatera. Ada di wilayah rawan HTC. Ini, inovasi kita untuk mencegah potensi konflik dan penanganan awal dengan merespon laporan kejadian konflik secara cepat dan tepat,”ujarnya.

Dijelaskan Ardi, secara umum dengan kondisi topografi medan yang berbukit serta adanya adat istiadat yang masih dijaga yang mengatur tentang ulayat serta terjalinnya hubungan sejarah antara manusia dan harimau sumatera di Ranah Minang, ikut berdampak positif terhadap keberadaan harimau sumatera. 

Merujuk pada laporan adanya kemunculan harimau sumatera yang tinggi kata Ardi, menunjukan adanya kepedulian dari masyarakat bahwa mereka tidak ingin terjadi kerugian di kedua belah pihak. Nagari Ramah Harimau ini, salah satu cara orang Minang menjaga eksistensi Harimau Sumatra

Menurut adat yang berlaku di Sumatera Barat yang dominasi oleh Suku Minangkabau, harimau dipercaya sebagai penjaga kampung. Bahkan juga, dianggap sebagai makhluk yang terpandang dan dihormati sehingga sangatlah tabu untuk disebut namanya secara langsung.

“Di Minangkabau, harimau mendapatkan julukan atau sebutan Inyiak, Datuak, Angku dan Ampanglimo. Yang berarti dianggap lebih tua, berwibawa dan terhormat. Harimau sumatera disini, juga merupakan simbol budaya dan kehidupan bagi masyarakat,”kata Ardi lagi. 

Disampaikan Ardi lagi, di tahun 2019 Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menegaskan bahwa masyarakat Sumbar sangat mengenal harimau, sangat dihormati. Bahkan dihargai dalam tradisi Minangkabau. 

Irwan saat itu, menjuluki Minangkabau sebagai “The Land of Tiger”. Menurutnya, salah satu simbol tersebut terdapat dalam silat Minangkabau yang dikenal dengan Silek Harimau.

 

 

Ilustrasi Evakuasi Harimau Sumatra. Foto/Andri Mardiansyah-Padang Viva

Photo :
  • -

 

Sementara, pengalaman empiris yang dialami oleh petugas kita, adanya resistensi apabila terjadi sakit atau kematian harimau sumatera di sebuah nagari seperti yang terjadi pada Kenagarian Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman pada tanggal 14 Agustus 2021. 

Saat itu, masyarakat menolak upaya BKSDA Sumbar untuk mengambil jasad harimau sumatera yang telah mati. Bahkan, untuk mengambil sampel darah dan kotoran pun dilarang meskipun sudah didampingi oleh pihak kepolisian, TNI dan juga Puskeswan setempat. 

Masyarakat kata Ardi, justru memakamkan tubuh satwa layaknya manusia di kampung dan diatasnya langsung dicor agar tidak ada yang mencuri jasadnya. Fenomena ini, juga serupa ketika Bupati Pasaman Barat meminta BKSDA Sumbar yang menangkap harimau sumatera yang kemudian diberi nama Sipogu pada 19 Juli 2021, meminta agar Sipogu dikembalikan ke hutan asalnya yakni di Ujung Gading. 

“Nah, berkaca dari hal itu, terdapat korelasi yang sangat kuat antara budaya, adat dan keinginan untuk menjaga harimau sumatera di tingkat Nagari hingga pemerintahan provinsi,”jelas Ardi.

Perburuan Harimau Sumatra Harus Dihentikan

 

Ilustrasi Harimau Sumatra. Foto/Andri Mardiansyah-Padang Viva

Photo :
  • -

 

Menurut Ardi Andono, Nagari Ramah Harimau yang terbentuk pada tahun 2021 lalu, tidak hanya berkegiatan menangani konflik. Namun juga menjadi garda terdepan untuk mencegah adanya aktifitas perburuan. 

BKSDA Sumbar sebagai Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar, berdasarkan surat keputusan Gubernur Sumbar Nomor: 522.5-417-2018 tentang pembentukan tim koordinasi dan satgas penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar, sudah melaksanakan pelatihan untuk Patroli Anak Nagari (PAGARI) dengan melibatkan para ahli dibidangnya.

“Pagari inilah yang menjadi harapan kita untuk menghentikan semua aktifitas perburuan harimau sumatra. Juga, mencegah atau mengantisipasi munculnya konflik,”ujar Ardi.

Saat ini kata Ardi, Nagari Ramah Harimau sudah terbentuk di Nagari Baringin, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam dan di Nagari Sungai Aur, Kecamatan Sungai Aur, Kabupaten Pasaman Barat. 

Pemilihan lokasi-lokasi ini, didasarkan kepada riwayat terjadinya konflik antara manusia dengan satwa harimau. Selain itu juga mempertimbangkan kondisi sosial budaya dan kearifan lokal yang masih berlangsung.

Selain konflik, ancaman terhadap kelestarian satwa harimau juga berupa aktifitas perburuan. Beberapa kasus yang berhasil diungkap adalah, upaya perdagangan tulang harimau sumatera. Terjadi di Kabupaten Pasaman Barat. Kondisi inilah yang menyebabkan BKSDA Sumbar merasa perlu adanya uoaya penyadartahuan ke seluruh tokoh masyarakat bahwa, perburuan harimau sumatera mesti dihentikan.

Bicara PAGARI ujar Ardi, beranggotakan masyarakat yang jiwanya merasa terpanggil secara sukarela untuk melakukan kegiatan pencegahan konflik satwa, utamanya harimau sumatera di nagarinya. Serta, mencegah aktifitas perburuan liar.

“Adanya Nagari Ramah Harimau dengan PAGARI nya, sedikit banyak saat ini sudah mulai mampu menyelesaikan potensi konflik menjadi tidak menjadi konflik. Ini, dikarenakan upaya PAGARI melakukan identifikasi secara cepat, mensosialisasikan upaya dan apa saja yang harus dilakukan oleh masyarakat,”tutup Ardi.

Semoga, dengan beragam upaya yang sudah dan akan dilakukan, eksistensi harimau sumatra dapat terus terjaga. Agar kelak, anak cucu kita tidak hanya mendengar cerita dongeng dan melihat wujud harimau sumatra dalam bentuk simbol-simbol semata.