Aliansi Mentawai Bersatu Kritik UU Tentang Sumatera Barat

Aliansi Mentawai Bersatu
Sumber :
  • Rus/MentawaiKita

Padang – Undang-undang tentang Provinsi Sumatera Barat disahkan DPR RI akhir Juni 2022 lalu, yang menggantikan UU Nomor 61 Tahun 1958.

Dihoyak Gempa Tiga Kali Beruntun, Tiga Fasilitas Umum Mentawai Rusak

UU tentang Sumatera Barat ini pun menuai kritikan, khususnya dari masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai yang satu-satunya kabupaten kepulauan dari 19 kabupaten dan kota di Sumbar.

Salah satu pasal yang menuai polemik itu yakni Pasal 5 huruf C, karena masyarakat Kepulauan Mentawai menilai berdampak pada pengerdilan terhadap budaya Mentawai yang ada dan eksis di Sumbar hingga saat ini.

Anggota DPR RI ini Bantah UU Provinsi Sumbar Kerdilkan Budaya Mentawai

Dalam Pasal 5 huruf UU itu ditulis, Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik yaitu adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada falsafah, adat basandi syara', syarak basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku.

"Kami perwakilan masyarakat Mentawai mempertanyakan niat dari DPR RI dan pemerintah yang seolah-olah menganggap kami tak ada di provinsi ini," tegas Yosafat Saumanuk, Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, Kamis, 4 Agustus 2022.

Dikunjungi Wabup, Pengungsi Sungai Manau Happy

Menurutnya, Pasal 5 huruf C dalam Undang-undang tentang Sumatera Barat ini, belum mengakomodasi dan mengakui budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik daerah di Sumbar.

Padahal, lanjutnya keberagaman budaya dan kearifan lokal juga dilindungi oleh hukum tertinggi negara yang tertuang dalam Undang-undang 1945 Pasal 18B Ayat 2.

Dengan alasan itu, Aliansi Mentawai Bersatu mengeluarkan pernyataan sikap terkait undang-undang tersebut, yakni menolak keras pengerdilan budaya Mentawai di dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat.

Kemudian mendesak DPR RI untuk meminta maaf karena lalai menghargai, menghormati, dan melindungi keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu bekeragaman dari Provinsi Sumatera Barat.

Selanjutnya, mereka mendesak revisi undang-undang tersebut dengan menambahkan dan mengakomodasi keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumatera Barat.