Pernikahan Dijalur Perempuan
Padang – Ketika peradaban bercocok tanam dimulai berkembang,m lahan pertanian menjadi penting. Para lelaki masih melanjutkan tradisi berburu. Bahkan sampai kini masih berlanjut. Sedangkan, perempuan menangani ranah domestik dan menguasai lahan pertanian.
Ketika popilasi terus meningkat, para lelaki pergi merantau. Sementara kaum perempuan menguasai domestik. Seperti itulah kemungkinan tumbuhnya tradisi matrilineal, adat kekerabatan berbasis jalur perempuan (garis ibu).
Tatanan adat matrilineal mungkin sudah ada 1 hingga 2 abad sebelum masehi, berkembang selama millennium pertama Tarikh masehi, dan saat ini Minangkabau adalah etnispenganut tradisi matrilineal terbesar di dunia. Tradisi ini, tampak antara lain dalam pranata perkawinan adat Minangkabau.
Proses perkawinan (baralek), menjadi kewajiban dan tanggung jawab mamak (paman dari pihak ibu). Proses dimulai dengan maminang (meminang), lalu kesepakatan manantu hari (menentukan hari pernikahan).
Mulai dari manjampuik marapulai (menjemput penganten pria) sampai basandiang (bersanding di pelaminan), prosesi dilakukan pada keluarga perempuan, disertai pemberian gelar kepada penganten pria, Sidi (Sayyidi), Bagindo, atau Sutan, merujuk ke tingkatan sosialnya. Dan, bebeda-beda pada Nagari.
Sejak itu, sang penganten lelaki menjadi bagian dari keluarga Istrinya, tinggal di Rumah Gadang pihak Perempuan.