Berangus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Ilustrasi Kekerasan Seksual
Sumber :
  • Pixabay

PadangKekerasan seksual masih menjadi tantangan besar di pendidikan tinggi di Indonesia. Kekerasan seksual merupakan satu dari tiga dosa besar pendidikan. 

Gadget Disebut Picu Masalah Kesehatan Mental dan Perilaku Anak

Kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan, 27 persen dari aduan yang diterima Komnas Perempuan terjadi di perguruan tinggi.

Hal itu dikatakan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Chatarina Muliana Girsang S.H., S.E., M.H.

Merawat Silek Galombang Duo Baleh, Upaya Melestarikan Warisan Budaya Bungo Tanjuang

Saat Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dan Pelepasan Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Negeri Padang (UNP) di Auditorium Kampus UNP Air Tawar Kamis (15/6/2023).

Ia mengatakan, kekerasan seksual sebagai salah satu (dari) tiga dosa besar pendidikan selain perundungan dan intoleransi. 

Walikota Padang Kutuk Keras Perbuatan Asusila

“Hal ini masih menjadi tantangan besar bagi kita karena sebagaimana kejahatan khusus lainnya kekerasan seksual sebagai kejahatan fenomena gunung es, di mana yang dilaporkan jauh lebih sedikit," kata Dr Chatarina.

Dr Chatarina mengatakan, kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kekerasan seksual di satuan pendidikan mulai PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK. Karena itu, perlu pemahaman yang holistik dalam pencegahan dan penanganannya.

"Penanganan yang dilakukan oleh kampus dan proses APH (aparat penegak hukum) harus mampu mencegah kejadian berikutnya dan memberikan keberpihakan kepada korban," katanya.

Dr. Chatarina juga menyampaikan bahwa di berbagai pemberitaan di perguruan tinggi terdapat pelecehan seksual dan kekerasan seksual dan untuk itu pimpinan perguruan tinggi perlu memberikan perhatian untuk pencegahannya. 

"Kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan, dimana 27 persen dari aduan yang diterima Komnas Perempuan terjadi di universitas. Kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus, tempat magang, rumah dosen, daring, dan luar kampus," katanya.

Berangkat dari hal itu, Kemendikbud Ristek mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi pada September 2021.

Menurut Dr Chatarina, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 merupakan pemicu keberanian para korban dan warga kampus yang selama ini diam untuk melaporkan kejadian yang pernah mereka alami atau yang mereka ketahui terjadi di lingkungan perguruan tinggi.

Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di perguruan tinggi merupakan awal terbentuknya satuan tugas atau Satgas yang bertugas menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.

"Perguruan Tinggi harus sangat berperan dalam mengawal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di setiap kampus yang akan dilakukan oleh satgas," katanya.

Dr Catharina menyebut, hadirnya Satgas PPKS bertugas membantu Rektor dalam PPKS. Satgas harus didukung baik dengan menyediakan infrastruktur maupun anggaran. Lebih lanjut dikatakan, sampai Juni 2023 telah terbentuk Satgas PPKS pada 125 PTN dan 51 PTS.

Sementara itu, Ketua Satgas PPKS UNP, Dr. Fatmariza M.Hum, menyatakan, bahwa tidak dapat dipungkiri, kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi masih banyak terjadi. Sebagai fenomena gunung es, kasus-kasus yang muncul hanya sebagian kecil dari kondisi yang sesungguhnya terjadi.

Berdasarkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS, semua Perguruan Tinggi diwajibkan untuk membentuk Satgas PPKS.

“UNP telah membentuk Satgas PPKS pada bulan September tahun 2022, dan telah menerbitkan Peraturan Rektor Nomor 19 Tahun 2022 tentang PPKS sebagai acuan dalam melaksanakan PPKS di UNP,” katanya.

Salah satu tugas Satgas PPKS, ujar Dr Fatmariza, menyosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi seluruh sivitas UNP yaitu terhadap mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan.

“Sosialisasi menjadi poin penting agar kebijakan yang dibuat diketahui oleh kelompok sasaran, sehingga dapat terimplementasi secara optimal. Sosialisasi secara umum telah dilakukan melalui media, seperti radio, koran online, media sosial, dan media lainnya,” ujarnya.

Secara khusus, sosialisasi tentang peran dan fungsi Satgas, Permendikbud Ristek, dan Peraturan Rektor UNP tentang PPKS telah dilakukan kepada mahasiswa tahun masuk 2022. Sosialisasi dilakukan secara luring dengan roadshow ke Fakultas-Fakultas. 

Selain itu sosialisasi juga telah dilakukan kepada organisasi kemahasiswaan, BEM, dan KSR-PMI. “Mahasiswa tahun masuk 2022 juga telah melaksanakan pembelajaran Modul PPKS melalui e-learning UNP. Pembelajaran sudah diikuti oleh 9.074 mahasiswa, dari 10.004 mahasiswa (atau sekitar 90 persen),” ujarnya.

Rektor UNP, Prof Ganefri, mengatakan, dengan sosialisasi kepada mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan tentang PPKS, diharapkan kesepahaman dan komitmen bersama dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di UNP semakin meningkat.

Permen PPKS berperspektif korban, artinya penanganan dan pemulihan korban menjadi prioritas, serta pemberian sanksi yang tegas kepada pelaku.

“Mengingat isu kekerasan seksual sangat sensitif, maka penanganan dilakukan secara bijak ibarat menarik rambut dari dalam tepung, karena akan menyangkut nama baik korban, pelaku maupun institusi. Dalam hal penanganan, Satgas bekerja sama dengan mitra internal yakni UPBK, Kantor Hukum, Poliklinik, Layanan Psikologi, dan dep IAI,” katanya.

Pada kesempatan itu juga ditandatangani pakta integritas meneguhkan komitmen civitas akademika Universitas Negeri Padang dalam PPKS untuk mewujudkan kampus yang aman dan berintegritas.

Pakta integritas ditandatangani oleh Ketua MWA, Rektor, Ketua SAU, Wakil Rektor, Ketua Lembaga, Kepala Biro, Direktur Sekolah Pascasarjana, Dekan, Ketua Satgas, Ketua BEM U, dan Ketua MPM. (*)