Dinilai Lecehkan Profesi Wartawan, Ramlan Nurmatias Dituntut Minta Maaf Secara Terbuka
- Istimewa
Padang –Organisasi wartawan di Bukittinggi menyayangkan pernyataan Ramlan Nurmatias dan salah satu timnya yang melecehkan profesi wartawan.
Pernyataan ini disampaikan saat pendaftaran bakal pasangan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Bukittinggi saat pendaftaran di Kantor KPU Bukittinggi, Kamis 29 Agustus 2024 lalu yang dilakukan secara terbuka di hadapan banyak warga dan pendukungnya di halaman Kantor KPU Bukittinggi serta pernyataan tersebut juga mengundang sorakan dari massa.
Dalam kesempatan tersebut, Ramlan mengungkap sebanyak 60 wartawan digaji Rp1 juta oleh Pemerintah Kota Bukittinggi.
Pernyataan tersebut juga disambut nada merendahkan oleh salah satu timnya, Ibra Yaser yang juga merupakan Anggota DPRD Bukittinggi.
"Wartawan Lah Banyak Tamakan Abuak," kata Ibra Yaser.
Ketua Bukittinggi Press Club (BPC), Haswandi mengatakan, Ramlan Nurmatias keliru memaknai kerjasama media dengan pemerintah.
"Yang melakukan kerjasama itu adalah medianya, bukan wartawannya. Jadi kalau menyebut wartawan digaji satu juta perbulan dari pemerintah, itu sangat keliru," kata Haswandi.
Dalam kerjasama tersebut, pemerintah membayar biaya promosi dan sosialisasi kepada perusahaan media, bukan membayar kepada pribadi wartawannya.
"Kerjasama itu juga terjadi karena ada kesepakatan kedua belah pihak, yang mana pemerintah butuh sosialisasi dan promosi, namun segala biayanya ditanggung oleh pemerintah," ujarnya.
Ditegaskan Haswandi, tidak ada satu poin pun dalam perjanjian kerjasama yang menyatakan media atau wartawan tunduk kepada pemerintah.
"Kerjasama itu sifatnya promosi dan sosialisasi, dan tidak membatasi wartawan dalam berkreativitas terkait tema liputan " katanya.
Dijelaskannya, wartawan tidak kehilangan tugas kontrol sosial, hanya gara-gara kerjasama tersebut dan tidak ada satupun poin kerjasama yang mengekang kebebasan wartawan dalam bertugas.
"Contoh, wartawan Bukittinggi tetap memberitakan kasus korupsi yang melibatkan oknum ASN Bukittinggi dan wartawan Bukittinggi juga ramai-ramai memberitakan kisruh bantuan baznas yang gunakan logo pemerintah," ujarnya.
Sehingga, menurut Haswandi apa yang disangkakan Ramlan terkait kerjasama media dengan pemerintah ini adalah keliru besar.
"Lagian kerjasama itu sudah ada dari dulu-dulunya. Bahkan di zaman Pak Ramlan jadi wali kota juga ada, walaupun media yang kerjasama dulu tidak sebanyak sekarang. Lalu, kenapa mempermasalahkannya sekarang?,"
Akibatnya, pernyataan Ramlan telah membuat insan pers Bukittinggi terluka dan memintanya untuk melakukan klarifikasi.
"Jangan salahkan wartawan atau media jika nantinya ada yang memboikot pemberitaan Pak Ramlan karena mengabaikan permasalahan ini," ujarnya.
Salah seorang anggota Wartawan Muda Bukittinggi, Hatta Rizal mengatakan Ramlan Nurmatias tidak etis dan sangat melecehkan serta merendahkan profesi wartawan.
"Dia harus minta maaf secara terbuka karena telah membuat insan pers Bukittinggi terluka. Kami juga menuntut klarifikasi pernyataan Ibra Yaser," kata Hatta Rizal.
Senada, Ketua PWI Bukittinggi, Ikhwan Salim sesalkan pernyataan mantan Wali Kota Bukittinggi 2015-2020 itu dan membantah wartawan digaji oleh Pemko Bukittinggi.
"Wartawan tidak digaji, namun ada perjanjian publikasi antara media atau perusahaan (bukan wartawan) terkait pemberitaan kegiatan pemerintah," kata Ikhwan Salim.
Menurutnya, kerjasama seperti ini sudah lama dilakukan Pemkot Bukittinggi dari masa pemerintahan sebelum-sebelumnya bahkan di daerah lain.
"Bahkan zaman kepemimpinan Ramlan, kerjasama ini juga ada. Harusnya Ramlan paham masalah ini," ujarnya.
Ikhwan juga menuntut Ramlan melakukan permintaan maaf secara terbuka.
"Pernyataan melecehkan dilakukan juga terbuka. Kami minta permintaan dilakukan juga terbuka. Ini sudah mengiring opini publik, soal profesi wartawan," ujar Ikhwan Salim.
Secara umum, Wartawan di Bukittinggi meskipun ada yang memiliki kerjasama publikasi dengan Pemkot Bukittinggi, namun bukan berarti 'Tidak Berani' menulis berita kritis.
Beberapa antaranya adalah masalah Drainase (yang mengangkat nama Ibra Yaser saat berani adu argumentasi dengan kontraktor), Perwako 40-41, Spanduk warga minta Erman Safar turun di Jalan Aur, Demo pedagang Aur Kuning menolak Perda Pengelolaan Pasar, dan Kasus Awning.
Kemudian juga ada Kasus Inses, Anggota DPRD berkata kotor yang diketahui merupakan kerabat Erman Safar, Kendaraaan aset Pemko hilang, Kartu Bukittinggi Hebat, Kebersihan Taman Jam Gadang, Beras Baznas, Isu perpecahan antara Wali Kota dengan Wakil Wali Kota dan lainnya.