Sebuah Deksripsi Awal Lambang Raja Adityawarman (1347-1374 M)

Kompleks Prasasti Adityawarman. Foto: Kemendikbud
Sumber :
  • Kemendikbud

Padang – Deskripsi Tanda Khusus pada Prasasti Adityawarman. Dalam sejarah Indonesia, nama Adityawarman termasuk salah satu tokoh sejarah yang populer di era abad ke-14 M. 

Semen Padang Raih Pengakuan Dunia: Arsip Indarung I Jadi MOWCAP UNESCO

Adityawarman adalah salah satu raja Kerajaan Malayu yang memerintah dari tahun 1347 M (Prasasti Amoghapasa 1269 Saka) sampai 1374 M (Prasasti Saruaso I 1296 Saka) yang telah mengeluarkan sekitar 20 prasasti berbahan batu pasir dan batu andesit (Kusumadewi, 2012: 8). 

Secara keseluruhan, isi prasasti tersebut berisi tentang pemujaan terhadap kebesaran Adityawarman. Namun demikian, ada beberapa prasasti yang secara khusus menyebutkan tentang peristiwa tertentu, seperti pemberitaan tentang Adityawarman telah memberikan sumbangsih yang besar kepada

Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024 Jelajahi 7 Kawasan Kearifan Lokal di Indonesia

rakyatnya dengan pembangunan saluran irigasi untuk mengairi taman dan lahan pertanian (Prasasti Bandar Bapahat), mendirian sebuah tempat pemujaan agama Buddha (Prasasti

Pagaruyung I dan Prasasti Rambatan), membangun sebuah taman luas dan indah yang dilengkapi dengan tempat duduk bagi Raja Adityawarman (Prasasti Pagaruyung V).

Hendri Septa Ajak Generasi Muda Cintai Sejarah

Pemberitaan lainnya menyebutkan tentang asal usul Adityawarman (Prasasti Ombilin), nama jabatan dan pemangku pada masa itu (Prasasti Pagaruyung VI, Prasasti Rambatan,

Prasasti Lubuk Layang), dan juga tersirat mengenai komoditi perdagangan (Prasasti Pagaruyung I dan V) (Kusumadewi, 2012: 3).

Penelitian sebelumnya, telah banyak membahas tentang prasasti Aditywarman baik dari sisi epigrafi, paleografi, dan kajian tematiknya. Namun, belum banyak yang melakukan

telaah tentang tanda khusus/lambang/logo yang ada di beberapa prasasti, seperti di Prasasti Pagaruyung I, Prasasti Pagaruyung II, Prasasti Pagaruyung III, Prasasti Pagaruyung IV, Prasasti Saruaso II, Prasasti Kubu Rajo I, Prasasti Kubu Rajo II, Prasasti Prasasti Rambatan, Prasasti Ombilin, dan Prasasti Amoghapasa.

Lambang, logo, stempel bisa menimbulkan banyak defenisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan, tanda, sebagainya) yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu. 

Defenisi logo adalah huruf atau lambang yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama perusahaan dan sebagainya. 

Sedangkan pengertian cap adalah alat untuk membuat rekaman tanda (gambar, tanda tangan) dengan menekankannya pada

kertas (surat dan sebagainya)dan atau rekaman (tanda gambar, tanda tangan yang dibuat dengan cap) ( http://kbbi.web.id ).  Jika ditarik kesimpulan maka cap, lambang dan simbol memiliki pengertian yang sama yaitu “gambar”. Perbedaannya antara cap, tera, stempel dan segel, maka gambar tersebut diletakkan pada sebuah alat yang menggunakan tangkai untuk mengecap, sedangkan tanda, lambang, dan simbol memiliki persamaan persepsi.

Tanda khusus kemungkinan besar dapat disamakan dengan lambang. Setiap lambang pasti memiliki makna, begitupula dengan adanya kehadiran suatu pahatan gambar dan keterangan tertulis yang menyebutkan bahwa itu merupakan tanda khusus raja yang dalam konsep ini ialah sebagai lambang. 

Lambang hanya akan terlihat sebatas gambar saja jika melihatnya sebagai sesuatu yang tampak, bahwa objek yang kita lihat merupakan satu- satunya kenyataan. Namun, lambang akan menjadi hidup apabila dapat dicari makna yang

tampak di luar panca indera, makna dibalik apa yang tertangkap oleh daya fikir dan perasaan agar dapat dikembangkan menjadi suatu kajian yang lebih mendalam (Witasari,2011:23).

Dalam prasasti Adityawarman, tanda khusus/lambang raja terdiri dari beberapa bentuk ornamen, seperti bentuk kepala kala yang distilir, bonggol sulur, dan hewan seperti kadal. Berikut ini akan digambarkan mengenai bentuk-bentuk ornamen yang ada di prasasti Adityawarman.

1. Prasasti Pagaruyung I

Prasasti Pagaruyung adalah prasasti yang berangka tahun 1278 S / 1356 M. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Sanskerta bercampur dengan bahasa Melayu Kuno. Prasasti

Pagaruyung I, secara umum berisi tentang puji-pujian akan keagungan dan kebijaksanaan Adityawarman yang banyak menguasai pengetahuan, khususnya bidang keagamaan serta berisi penjelasan bahwa Adityawarman dianggap sebagai cikal bakal keluarga Dharmasraya (Istiawan, 2011: 5).

Ditambahkan pula, prasasti ini berisi puji-pujian terhadap Ādityawarman sebagai pemeluk agama Budha sekte Bhairawa yang berkuasa di Swarnadwīpa, dan pembangunan sebuah wīhara (Utomo, 2007: 64). 

Pada bagian atas prasasti Pagaruyung I terdapat ornamen yang berbentuk kepala kala yang berbentuk persegi panjang, memiliki gigi yang besar dan bertaring, lidah yang menjulur panjang pada bagian tengah giginya, memiliki gigi yang berjumlah 11 buah, memiliki tanduk yang distilir menyerupai lidah ular (bercabang), di atas giginya terdapat dua lekukan seperti kelopak mata dan di atasnya terdapat hiasan berbentuk mahkota kecil.

2. Prasasti Pagaruyung II

Prasasti ini berangka tahun 1295 S (1373 M), yang ditulis dengan huruf Palava dan bahasa Sanskerta. Prasasti berisi tentang puji-pujian kepada Raja Adityawarman.

Pada prasasti Pagaruyung II, ornamen yang tertera lebih raya dibandingkan dengan Pagaruyung I. Ornamenya berbentuk kepala kala yang stilir dengan bingkai yang dihiasi dengan motif sulur-suluran dan pola geometris yang rumit.

3. Prasasti Pagaruyung III

Prasasti Pagaruyung III berangka tahun 1269 Saka (1374 M). Prasasti ini ditulis dalam huruf Pallava dan bahasa Sanskerta. Pada prasasti ini terdapat ornamen berbentuk bonggol sulur pada sisi kiri atas prasasti.

4. Prasasti Pagaruyung IV

Prasasti Pagaruyung IV ini ditulis dalam huruf Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Pada bagian atas prasasti ini terdapat ornamen kepala kala yang distilir, memiliki lidah pada baian tengah mulut kala.

5. Prasasti Saruaso I

Prasasti Saruaso I ditulis dengan huruf Jawa Kuna dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 1297 Saka (1374 M). Pada dasarnya prasasti ini berisi tentang upacara keagamaan, pentahbisan raja Ādityavarmman sebagai ksetrajña dengan nama Wīśesadharani (Istiawan, 2011: 27). Pada prasasti ini terdapat ornamen berbentuk bonggol sulur.

6. Prasasti Saruaso II

Prasasti Saruaso II ditulis dengan huruf Pallava dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti ini secara umum adalah soal penyebutan Anaŋgavarmman sebagai yauvaraja (putra mahkota)dan puji-pujian kepada Adityawarmman dan anaknya. 

Pada prasasti ini terdapat 3 ornamen, yakni 2 (dua) ornamen pada bagian depan dan 1 (satu) ornamen pada bagian belakang. Ornamen bagian depan berbentuk kepala kala yang berbentuk persegi, memiliki lidah yang menjulur panjang, memiliki tanduk yang distilir.

Pada bagian belakang ornamen berbentuk kepala kala yang membentuk bulat seperti guci yang dibalik, memiliki bibir tebal dengan dua taring kecil, di bagian bawah bibir ada ornamen seperti cincin di mana keluar lidah yang menjulur panjang dengan dengan ujung bercabang, di atas bibir ada dua bulatan seperti matan yang menonjol.

7. Prasasti Kubu Rajo I

Prasasti Kubu Rajo I berasal dari abad ke 14 M, beraksara Pallava dengan bahasa Sanskerta. Isi prasasti Kubu Rajo I berkisar tentang suatu genealogis atau garis keturunan Raja Adityawarman. Genealogisnya adalah ayah Ādityavarman bernama Advayavarmman yang berasal dari wangsa (keluarga) Kulisadhara dan Ādityavarman menjadi raja di kaṇakamedinīndra (Istiawan, 2011: 34). Pada prasasti ini terdapat ornamen/tanda khusus berbentuk kepala kala berkepala lebih lonjong, memiliki tanduk dan lidah yang distilir.

8. Prasasti Kubu Rajo II (Batu Surya)

Prasasti Kubu Rajo II berangka tahun 1273 Saka (1351 M) menggunakan aksara Jawa Kuna, dengan bahasa campuran Sanskerta dan Jawa Kuna. Isi prasasti sangat susah untuk dipelajari karena banyak aksara yang sudah aus (Istiawan, 2011: 35).  Padaprasasti ini terdapat pahatan/gambar matahari yang berada di bagian tengah batu.

9. Prasasti Rambatan

Prasasti berangka tahun 1291 Saka (1369 M), memakai aksara Jawa Kuna dengan bahasa Melayu Kuna. Isi prasasti ini berkisar tentang pembangunan tempat pemujaan untuk menghormati jejak kaki Buddha (Jinapada) oleh Ādityawarmman. Sedangkan mentrinya membuatkan atap pelindung (Utomo, 2007: 77, Istiawan, 2011: 37-38). Tanda khusus yang terdapat prasasti Rambatan berbentuk kepala kala, dengan lidah menjulur panjang tidak bercabang.

Telaah Singkat Tentang Lambang Raja Adityawarman

Tanda khusus yang dipahatkan pada prasasti batu baru muncul sejak masa pemerintahan Airlaṅga dengan garudamukha. Kemudian tanda khusus itu juga digunakan oleh beberapa raja Jaṅgala. 

Pada masa pemerintahan Jayabhaya, tanda khusus yang disebut dalam prasasti dengan nama Narasimha menunjukkan suatu tokoh, sama halnya dengan Garuda. Setelah masa tersebut kemudian munculah tanda khusus yang bukan merupakan suatu tokoh namun berbentuk gambar abstrak, seperti Śriṅgalānchana. 

Dari sesosok tokoh kemudian gambar abstrak pada abad XV Masehi munculah beberapa gambar yang dipahatkan pada tanda khusus raja, seperti masa akhir kerajaan Majapahit yaitu pemerintahan raja-raja Girīndrawanśawardhana yang menggunakan tanda khusus Girīndrawardhanalānchana (Witasari, 2011:16).

Berdasarkan data yang ada, penggunaan tanda khusus banyak dipergunakan oleh para raja di kerajaan di pulau Jawa. Mungkin saja, maksud penggunaan pahatan gambar yang serupa pada beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja Ādityawarman merupakan suatu penggunaan tanda khusus raja secara visual, karena keterangan hal tersebut tidak didapatkan dalam isi prasasti-prasastinya. 

Penggunaan pahatan gambar yang ada pada masa pemerintahan Ādityawarman merupakan suatu konsep baru dimana pada raja Malayu sebelumnya tidak ditemukan prasasti berpahatkan gambar (Witasari, 2011: 125).

Sekitar abad XII Masehi, kerajaan Malayu sudah mengadakan kontak dengan Jawa. Dengan adanya kontak dengan kerajaan Jawa yang pada saat itu berbagai prasasti berpahatkan gambar sudah lazim digunakan, maka tidak menutup kemungkinan merupakan suatu inspirasi bagi raja Ādityawarman untuk digunakan dalam prasasti-prasastinya.

Kemungkinan besar adanya kesadaran raja Ādityawarman untuk menandakan prasastinya dengan suatu tanda khusus yang merepresentasikan dirinya sebagai cikal bakal tanda khusus raja yang divisualisasikan di pulau Sumatra abad XIII Masehi (Witasari, 2011: 125).

Tidak heran jika kita menganggap Adityawarman sebagai tokoh yang tidak kalah sohornya dengan Gajah Mada. Selain namanya tertuang dalam prasasti yang ditemukan di wilayah Tanah Datar, Pasaman, dan Solok, keberadaan Adityawarman sendiri juga terpahat pada arca Manjuśrī di Candi Jago yang berangka tahun 1341. 

Di dalam prasasti inidisebutkan ia bersama-sama Gajah Mada telah menaklukan pulau Bali. Sebenarnya Ādityawarman adalah putra Majapahit keturunan Malayu dan sebelum menjadi raja di Malayu, ia pernah menjabat kedudukan wrddhamantri di Majapahit dengan gelarnya Aryadewarāja pu Āditya. 

Kemudian ketika ia telah meluaskan daerah kekuasaannya hingga ke Saruaso, ia mengangkat dirinya dengan gelar Udayādityawarman atau Ādityawarmodaya Pratapaparakramarajendra Maulimali-warmadewa (Casparis, 1992: 248, Kusumadewi, 2012: 14).

Melihat beberapa bentuk ornamen atau tanda khusus yang ada di prasasti Adityawarman ada beberapa kemungkinan yang bisa dikemukakan. Kemungkinan pertama adalah tanda khusus yang berbentuk kepala kala, bonggol sulur, hewan seperti kadal tersebut berhubungan erat dengan bidang keagamaan, yang dalam hal ini terkait dengan aliran Buddha Tantrisme sekte Bhairawa yang dianut oleh Adityawarman. 

Adityawarman dikenal sebagai penganut Tantrayana yang fanatik. Dalam prasasti Saruaso juga tertera tentang pentasbihan Adityawarman sebagai Wisesa Dharani (salah satu perwujudan Buddha (Istiawan, 2011: 27).

Kemungkinan kedua adalah lambang atau tanda khusus tersebut sebagai medialegitimasi. Salah satu cara memperoleh legitimasi adalah kharisma dari diri raja tersebut.

Menurut Weber, kualitas kepribadian seseorang yang dirasakan oleh pengikutnya berbeda dari orang-orang lain pada umumnya dinamakan kharisma. Kualitas ini sedemikian istimewa sehingga individu yang bersangkutan dianggap sebagai manusia unggul yang memiliki kekuatan adikodrati. Sumber legitimasi satu-satunya adalah kharisma itu sendiri, yang masa berlakunya sejauh pimpinan yang bersangkutan dapat memuaskan para pengikutnya (Etzioni, 1964: 53-54). 

Adityawarman sebagai raja Kerajaan Malayu tersukses secara kedudukan telah mampu melegitimasi dirinya sebagai penguasa bumi Malayu. Dalam prasasti Kubu Rajo I telah dijelaskan bawah Adityawarman sebagai kanakamedinindra yakni sebagai penguasa tanah emas (Istiawan, 2011: 34; Kusumadewi, 2012: 23). 

Emas yang sangat berlimpah di bumi Malayu khusus dataran tinggi Minangkabau menjadi alat bagi Adityawarman dalam menampakkan dirinya sebagai raja yang sukses dalam hal perekonomian. Selain itu, Adityawarman dalam beberapa tulisan ahli menyatakan sebagai raja yang kharismatik kepada rakyatnya.

Tanda khusus/ornamen yang ada di prasasti Adityawarman dapat pula dimungkinkan sebagai lambang lambang raja (Witasasri, 2011: 161). Tanda khusus yang digunakan oleh raja bisa menjadi identitas diri raja, yaitu sebagai lambang raja. Lambang yang berguna untuk menunjukkan kehadiran dan eskistensinya di mata kerajaan lain. Lambang yang digunakan raja untuk menandakan dan mempersatukan wilayahnya.

Berbalik pada bentuk-bentuk tanda khusus yang ada di beberapa prasasti Adityawarman, dapat dikatakan bahwa secara konteks tidak ada hubungan antara isi dengan motif atau tanda khusus yang ada di prasasti tersebut. 

Seperti pada Prasasti Saruaso II yang berisi penyebutan Anaŋgavarmman sebagai yauvaraja (putra mahkota)dan puji - pujian kepada Aditywarmman dan anaknya, namun dilihat dari motif atau tanda khusus yang berbentuk kepala kala yang tidak memiliki keterkaitan dengan puji-pujian terhadap Adityawarman. 

Motif bonggol sulur, secara makna tidak ada hubunganya dengan isi prasasti yang ada, seperti bonggol sulur di Prasasti Saruaso I yang secara isi berisi tentang upacara pentasbihan raja Adityawarmman sebagai ksetrajña dengan nama Wīśesadharani. 

Ornamen bentuk matahari pada Batu Surya (Kubu Rajo II) sangat mungkin berhubungan dengan Adiyawarman yang menyebutkan dirinya sebagai keturunan Dewa Indra yang ada pada prasasti Kubu Rajo I, Pagaruyung II dan Saruaso II (Kusumadewi, 2012: 11). 

Hal ini tidak terlepas dari konsep dewa-raja yaitu pandangan bahwa seorang raja merupakan perwujudan atau titisan dewa di dunia. Konsep ini lumrah ditemukan pada raja dari periode Hindu-Buddha di Indonesia. Dewa Indra dan matahari merupakan dua hal yang saling berkait.

Dalam hal ini, kita dapat mengambil sebuah rangkuman bahwa setiap raja mungkin ingin dipandang berbeda dari yang lain, ingin dirasa lebih dari yang lain, oleh karena itu dipilihlah suatu tanda yang berbeda untuk menunjukkan bahwa ia tidak sama dengan raja yang lain. Tanda khusus raja dipilih dengan alasan tertentu dan dengan maksud tertentu.

Digunakannya tanda itu sebagai ciri oleh raja, hingga ada yang kemudian digunakan kembali oleh raja yang berbeda. Tidak digunakannya lambang raja pada semua prasasti yang dikeluarkan, sementara dapat disimpulkan bahwa tanda khusus raja tidak hanya sekedar tanda dan gambaran saja. (Oleh: Dodi Chandra)