Teater Asa dan Naskah Munir: Ketidakadilan di Panggung yang Bernyawa

Cuplikan pertunjukkan Teater Matinya Seorang Pejuang
Sumber :
  • Masbroted

Naskah ini menurut Faridho, ibarat  cermin yang retak yang memantulkan kebenaran tentang ketidakadilan sosial, tetapi dengan sisi-sisi tajam yang mengguncang kesadaran. 

Pagi-Pagi Tanah Sikerai Diguncang Gempabumi Magnitudo 4.1

Teater Asa mengemas cerita ini dalam tiga kotak panggung. Pertama diisi sahabat Munir yang tak henti menceritakan perjuangan Munir melawan ketidakadilan, lalu menjadi monumen hidup, menghadirkan sosok Munir di tengah perjuangannya dan, kotak ketiga adalah layar berita yang menyampaikan kabar kematian Munir dengan dingin dan formalitas yang memekakan.

Kesederhanaan setting justru menjadi kekuatannya. Kertas putih yang ditempel sembarangan di dinding menyala karena sentuhan ultraviolet, seperti serpihan mimpi dan kenangan yang enggan mati. 

Lewat Gowes Cara Bupati Khairunas Bikin Solok Selatan Makin Dikenal

Di satu adegan, sahabat Munir menghamburkan kertas-kertas ke udara—setiap lembar terasa seperti jerit tak terdengar, menyentuh hati penonton lebih dalam daripada kata-kata. 

Gitar yang dipetik oleh tokoh Munir, kursi kayu, dan terpal yang menjadi saksi bisu reka ulang kematiannya, semuanya bersatu membentuk simfoni visual yang menggetarkan.

PLN Sumbar Sebut ada 59 Titik SPKLU Selama Libur Nataru

Ketegangan mencuat ketika sorak-sorai penonton menggema di ruangan. "Merdeka! Merdeka!" teriakan itu bukan hanya dialog, melainkan ledakan emosi yang terpancar dari barisan audiens. 

Sutradara tampaknya sengaja menciptakan momen ini untuk melibatkan mereka dalam narasi yang sedang berlangsung. Meski lampu sempat padam tiba-tiba dan beberapa dialog terdengar samar, penonton tetap terpaku, tersedot ke dalam cerita yang terasa begitu dekat dengan kenyataan mereka.

Halaman Selanjutnya
img_title