Program Guru Ngaji Dapat Gaji Cara Ganjar-Mahfud Angkat Kesejahteraan Guru Mengaji
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Padang – Guru ngaji dan guru keagamaan non-formal lainnya, menjadi ujung tombak bagi pembelajaran keagamaan, pengembangan karakter dan akhlak anak bangsa. Namun, kesejahteraan mereka banyak terlupakan.
Pasangan calon nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menggagas program ‘Guru Ngaji Dapat Gaji’ untuk mengangkat kesejahteraan guru mengaji dan guru keagamaan non-formal lainnya.
Kata Ganjar, ada jutaan guru ngaji yang bertanggungjawab membentuk pengetehuan dasar agama, pembentukan karakter dan akhlak, terhadap puluhan juga anak di Indonesia, namun kesejahteraan mereka luput dari perhatian pemeritah.
“Semua orangtua pasti pingin punya anak yang saleh-salehah. Anak yang pandai mengaji, berbakti dan selalu berdoa untuk kedua orangtuanya. Siapa yang bisa ngajari itu? Ya, salah satunya, guru ngaji,” kata Ganjar, Jumat 9 Februari 2024.
“Jasa guru ngaji luar biasa besarnya. Tapi apakah penghargaan yang kita berikan sudah cukup untuk membalas jasa mereka? Yang pasti, sampai sekarang masih banyak guru ngaji kerepotan mencukupi kebutuhan dapurnya sendiri,” kata Ganjar.
Ganjar-Mahfud akan memberikan gaji atau tunjangan sebesar Rp1 juta per bulan kepada para guru ngaji dan pengajar non-formal agama lain, lelaki maupun perempuan. Program ini menargetkan ada sekitar 1 juta guru ngaji dan pengajar agama lainnya yang bisa mendapatkan tunjangan kesejahteraan tersebut.
Seperti diketahui, saat ini jumlah guru ngaji di Indonesia terbilang cukup banyak. Bahkan menurut data dari Badan Komunikasi Remaja Masjid, Indonesia, saat ini ada 928 ribu orang guru ngaji, itupun masih banyak yang belum tercatat. Belum lagi, pengajar non-formal agama lain.
“Diharapkan dapat membantu para guru ngaji lebih optimal dalam melaksanakan tugas mulianya tersebut,” ujar Ganjar.
Masyarakat nantinya akan dilibatkan dalam mengawasi program tersebut, sehingga bisa berjalan secara tepat dan memberi manfaat bagi para guru ngaji. Program gaji bagi guru ngaji ini diyakini tidak akan membebani APBN.
Jika ada 1 juta guru ngaji, maka alokasi dana mencapai Rp12 triliun per tahun atau sekitar 0,4 persen dari APBN. Dalam lima tahun, program ini diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp60 triliun.
Diharapkan, tunjangan tersebut dapat memberikan rasa tenang bagi guru ngaji yang selama ini ikhlas memberikan waktu dan tenaganya untuk mengajar.
“Diharapkan dengan pemberian tunjangan ini nantinya bisa membuat tenteram hati, meski jumlahnya tak terbilang banyak, karena keikhlasan saja tidak cukup dalam perjuangan, inilah bentuk penghargaan GanjarMahfud kepada para guru ngaji,” katanya.
Pakar sosiologi ata sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tantan Hermansah membeberkan program insentif untuk guru ngaji dan guru non-formal keagamaan lain sangat baik dan patut disambut dengan rasa syukur. Menurut dia, program bagi guru ngaji dapat merangsang pendidikan agama bisa terselenggara secara baik di masyarakat.
“Kita tahu guru ngaji itu adalah sosok yang selama ini berkontribusi untuk kebaikan masyarakat, namun tidak pernah diberikan penghargaan," katanya.
Tantan mengatakan secara sosiologis, program Ganjar-Mahfud ini sangat baik untuk menghasilkan guru-guru atau anak didik yang baik. Pasangan Ganjar-Mahfud, menurut dia, perlu merancang parameter yang berkeadilan untuk mendata guru ngaji yang layak diberi insentif.
"Posisi guru ngaji belum termaktub dalam undang-undang apa pun. Jika ini menjadi program nasional maka Ganjar-Mahfud harus buat instrumen kenegaraan dan pemerintahan berupa," katanya.
Pemerhati Sosial Keamanan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Ir. Djuni Thamrin, berpandangan bahwa program itu dapat mendorong adanya pembangunan akhlak dan karakter bangsa melalui pendidikan informal dan pengelolaan masjid yang menjadi pusat pembentukan akhlak dari lingkup mendasar.
Inovasi Ganjar Mahfud ini pun dianggap sebagai sebuah bukti bahwa perhatian serius telah diberikan bagi masyarakat-masyarakat di sektor grass root.
“Tentunya rencana ini merupakan niat mulia agar proses pendidikan informal yang dilakukan oleh para ustad dan pengurus masjid kampung dapat dijadikan indikator bahwa pembangunan manusia dan karakter bangsa menjadi prioritas,” ucap Djuni.
Ahmad Afifudin, guru ngaji Desa Tamansari, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, mengapresiasi program 'Guru Ngaji Dapat Gaji' tersebut. Pria yang mengajar sejak 1994 tersebut bersyukur, hal itu merupakan bentuk kepedulian pemerintah kepada guru ngaji atau kiai kampung seperti dirinya.
“Saya bersyukur sekali. Saya sudah merasakan manfaat program ini di Jateng. Saya berharap semua guru ngaji di seluruh Indonesia bisa merasakan manfaat dari program ini,"tutupnya.