Membangun Desa Tangguh Bencana Karangwuni Yogyakarta

Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto (tengah)
Sumber :
  • Humas BNPB

Padang – Keindahan Kalurahan Karangwuni di pesisir selatan Yogyakarta tak diragukan lagi. Pantai-pantai seperti Glagah, Krida, Palma, dan Raziman menjadi magnet bagi wisatawan untuk menikmati panorama matahari terbenam yang memukau.

Dua Orang Meninggal Dunia Tertimbun Tanah Longsor di Kabupaten Blitar

Namun, di balik keindahannya, Karangwuni juga berhadapan dengan potensi bahaya laut selatan yang terkenal ganas dan legenda Nyi Roro Kidul yang penuh misteri. Lebih dari itu, wilayah selatan Jawa memiliki potensi sesar megathrust yang dapat memicu gempa bumi dan tsunami.

Menyadari potensi bencana ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginisiasi program Desa Tangguh Bencana (Destana) di Karangwuni sejak 2019. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi berbagai bencana, terutama tsunami.

Banjir di Penajam Paser Utara Sudah Surut

Melalui Destana, masyarakat Karangwuni dilatih untuk memahami konsep peringatan dini, meningkatkan kapasitas diri, dan menerapkan langkah-langkah mitigasi. Program ini menjadi kolaborasi positif antara pemerintah dan masyarakat untuk membangun budaya sadar bencana.

Pada Kamis kemarin, Letjen TNI Suharyanto, Kepala BNPB, mengunjungi Karangwuni untuk memastikan kesiapsiagaan masyarakat yang telah terbangun melalui program Destana. Dalam kunjungannya, Suharyanto menekankan pentingnya pengetahuan masyarakat tentang potensi gempa bumi dan tsunami.

BNPB Siapkan Strategi Cegah Kebakaran TPA Suwung

“Wilayah NKRI banyak sekali dilalui sesar yang sudah terdeteksi maupun yang belum. Gempa Cianjur dan Sumedang baru-baru ini menjadi bukti nyata potensi bahaya sesar yang aktif,” kata Suharyanto, Sabtu 29 Juni 2024. 

Kulon Progo, termasuk Karangwuni kata Suharyanto, berada di wilayah yang memiliki potensi dampak risiko bencana gempa bumi dan tsunami. Oleh karena itu, Suharyanto menegaskan pentingnya upaya kesiapsiagaan.

“Termasuk Kulon Progo itu sesar yang jelas-jelas aktif dan berpotensi megathurst. Kejadian seperti di Aceh, Padang, Mentawai, Palu hingga Sendai di Jepang itu bisa terjadi di tempat kita ini,” ujarnya.

Menurut Suharyanto, BNPB berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk BMKG, BRIN, TNI, dan Polri, untuk membangun masyarakat yang tangguh bencana. 

BMKG bertugas memasang alat pendeteksi dan peringatan dini, sedangkan BNPB bertugas mempersiapkan masyarakat untuk merespons peringatan dini dengan tepat.

“Tanda-tanda alam maupun informasi peringatan dini bagi sebagian orang masih menjadi pertanyaan. Jika pemahaman masyarakat dan perilaku tidak dalam satu rangkaian, maka hal itu dapat memperbesar risiko bencana,” jelas Suharyanto.

Suharyanto mencontohkan tragedi tsunami Aceh di mana masyarakat tidak memahami arti surutnya air laut setelah gempa bumi. Hal ini menyebabkan banyak korban jiwa.

“Tugas BNPB menyiapkan masyarakatnya. Makanya dibentuklah Destana itu. Di 180 desa itu. Kalau selamat semua ya berarti berhasil. Harus ada parameternya. Makanya saya keliling melihat sampai sejauh mana program itu dapat dilaksanakan dengan baik,” tambahnya.

Suharyanto berharap program Destana dapat terus dilanjutkan sebagai pelatihan dan tidak perlu dipraktekkan secara nyata. Namun, ia menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan kewaspadaan karena bencana dapat terjadi kapan saja.

“Siklus bencana itu berulang. Tsunami Aceh itu ternyata beberapa puluh tahun yang lalu itu sudah pernah terjadi. Kita sebagai masyarakat tidak ada salahnya untuk harus tetap waspada,” jelasnya.

Suharyanto memastikan bahwa BNPB akan terus mendampingi pemerintah daerah dalam memperkuat program Destana. Ia tidak ingin program ini terhenti dan masyarakat menjadi lupa akan potensi bahaya bencana.

“Program ini akan terus berlanjut. Dari BNPB akan mendampingi agar program ini tetap dapat dilanjutkan. Jangan sampai program yang sudah dilanjutkan terhenti karena masyarakat menganggap tidak ada tsunami, lalu 30 tahun kedepan masyarakat jadi lupa. Ini bahaya,” Suharyanto.