Diguyur Hujan Deras, Inilah Tuntutan Massa Aksi Demo di Bukittinggi

Ratusan massa aksi melakukan demo di depan DPRD Bukittinggi
Sumber :
  • Istimewa

Padang –Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bukittinggi melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Kota Bukittinggi pada Jumat, 23 Agustus 2024. 

Puluhan Mahasiswa Universitas Fort De Kock Bukittinggi Ikuti Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bisnis

Aksi ini dimulai dengan long march dari Lapangan Wirabraja menuju Gedung DPRD, meskipun hujan deras mengguyur sepanjang perjalanan, tidak menyurutkan semangat para demonstran.

Aksi yang semula berlangsung damai ini sempat berubah menjadi tidak kondusif ketika sejumlah pengunjuk rasa mulai membakar ban dan spanduk milik anggota DPRD Kota Bukittinggi. Ketegangan semakin meningkat saat massa berusaha merusak pagar Gedung DPRD.

Badan Bahasa dan Komisi X DPR RI Dorong Pemutakhiran KBBI Edisi VI

Kondisi mulai terkendali ketika anggota DPRD Kota Bukittinggi keluar menemui para demonstran untuk mendengarkan aspirasi mereka. 

 

Cawako Bukittinggi Ramlan Nurmatias Minta Maaf Kepada Wartawan 

Mahasiswa yang tergabung dalam aksi tersebut menyampaikan sejumlah tuntutan yang terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu isu lokal dan isu nasional.

 

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bukittinggi, Firman Wahyudi, menjelaskan bahwa dalam isu nasional, para pengunjuk rasa menuntut agar DPR RI dan KPU RI segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat. 

 

"Kami memandang putusan MK bersifat final dan meminta semua pihak untuk berdasarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan UU nomor 70/PUU-XXII/2024. Keputusan ini adalah bagian dari upaya membuka keran demokratisasi dalam politik nasional," katanya.

 

Selain itu, massa juga mendesak DPR RI untuk segera mencabut hasil rapat Panja yang membahas tentang UU Pilkada atau mematuhi putusan MK yang dimaksud. 

“Mendesak DPR RI untuk Mencabut Hasil Rapat Panja yang membahas tentang UU Pilkada dan/atau Mematuhi Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024," kata Firman.

Lebih lanjut, mereka juga mendesak KPU RI, sebagai lembaga independen yang bertugas melaksanakan hukum, untuk segera menindaklanjuti dan melaksanakan putusan MK tersebut. 

"Mendesak KPU RI sebagai self regulatory bodies (pelaksana hukum) untuk Menindaklanjuti dan Melaksanakan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 sebab sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2020 menyatakan bahwa Putusan MK bersifat final and binding," ujarnya.

Mereka juga meminta Bawaslu untuk menjalankan fungsi checks and balances guna memastikan bahwa KPU menjalankan putusan MK dengan benar. 

Jika KPU tidak melaksanakan putusan tersebut, maka Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus memberikan sanksi tegas berdasarkan laporan atau pengaduan dari masyarakat. 

 

“Mendesak BAWASLU untuk Menjalankan Checks and Balances untuk memastikan KPU melaksanakan Putusan MK, dan jika tetap 'tidak dilaksanakan'. Maka DKPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat harus memberikan sanksi tegas kepada para pihak," ujarnya.

 

Tidak hanya itu, para mahasiswa juga menolak dengan tegas wacana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) yang dianggap bisa menjadi sumber masalah baru dan dinilai sangat tendensius serta berpotensi mempengaruhi politik hukum dalam Pilkada mendatang. 

 

"Menolak dengan tegas wacana untuk Menerbitkan PERPU yang berpotensi menjadi 'biang' masalah baru, sangat tendensius, dan akan mempengaruhi politik hukum pada Pilkada," sambungnya.

 

Terakhir, massa juga mengingatkan bahwa jika revisi UU Pilkada tetap dilanjutkan tanpa memperhatikan putusan MK, mereka akan mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu melawan ancaman terhadap hukum dan demokrasi di Indonesia. 

“Mengingatkan kembali, jika Revisi UU Pilkada tetap dilanjutkan dengan tetap mengabaikan Putusan MK, maka kami mengajak seluruh elemen bangsa untuk bangkit dan bersatu, melawan dan menyelamatkan Indonesia dari Monster-Monster Jahat yang kini mengancam hukum dan demokrasi serta masa depan bangsa dan negara kita," katanya.

Aksi unjuk rasa ini menggambarkan ketegangan yang terjadi antara mahasiswa dan pemerintah daerah, di mana mereka menyuarakan keprihatinan mereka terhadap berbagai isu nasional dan lokal yang dianggap mengancam demokrasi dan hukum di Indonesia. 

Meski sempat memanas, pertemuan langsung antara anggota DPRD dan para pengunjuk rasa berhasil meredakan situasi dan menenangkan massa.