Syekh Sihalahan, Penyebar Agama Islam Di Tanah Solok

Makam Syekh Sihalahan. Foto/Doc BPCB Sumbar
Sumber :

Padang – Selain dikenal banyak melahirkan tokoh Nasional yang memiliki peran penting dalam pergerakan kemerdekaan dan kemajuan Bangsa Indonesia sejak dulu hingga kini, Sumatera Barat atau yang dikenal dengan istilah Minangkabau dan Ranah Minang ini juga banyak melahirkan ulama besar.

Menjelajah Warisan Budaya Minangkabau di Museum Bustanil Arifin Padang Panjang

Satu diantara sekian banyaknya Ulama yang ada di Minangkabau pada masa dahulu, adalah Syekh Sihalahan yang diketahui memiliki nama asli Husen Dt. Bandaro. Beliau lahir sekitar tahun 1852 di desa Tabu, Kota Solok, Sumatera Barat. 

Syekh Sihalahan dikenal sebagai penyebar agama Islam di sekitar daerah Sihalahan, Solok dan sekitarnya. Beliau juga merupakan murid Syekh Burhanuddin di Ulakan Pariaman yang beraliran Tarekat Naqsabandiah. Syekh Burhanuddin sendiri merupakan ulama yang sangat berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung. Selain itu ia juga terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC.Ia 

Gubernur Mahyeldi: Jumlah Perantau Disinyalir Melebihi Jumlah Penduduk Sumbar

Dalam menyebarkan ajaran agama Islam, Syekh Sihalahan membangun sebuah Surau Latiah sebagai tempat untuk berlatih ilmu-ilmu keagamaan dan seni bela diri. Oleh karena itulah surau ini bernama Surau Latiah (tempat latihan). 

Berdasarkan keterangan dari Nasril sang Juru Pelihara dan keturunan dari Syekh Sihalahan, pada masa beliau, surau ini juga digunakan sebagai tempat bersuluk (berdiam diri sembari berzikir) bagi para pengikut dan murid-muridnya. Terutama pada saat bulan Suci Ramadhan. 

5 Dai 3T Siap Berdakwah di Kepulauan Mentawai

Kesohoran Syekh Sihalahan membuat ia banyak dikagumi oleh para murid-murid beliau kala itu. Bahkan, sebagian besar murid Syekh Sihalahan yang belajar ilmu keagamaan dan seni bela diri juga banyak yang berasal dari berbagai daerah seperti daerah Tanah Datar, Padang Panjang dan Sijunjung. 

Syekh Sihalahan sendiri kata Nasril, sebelum menjadi seorang Syekh beliau belajar ilmu agama dibidang syariat di Pariaman tepatnya diwilayah Ulakan dimana tempat sang gurunya yakni Syekh Burhanuddin bermukim. 

Setelah mendapatkan ilmu yang dimaksud, Syekh Sihalahan melanjutkan pelajaran ilmu tarekat di daerah koto baru palangki kabupaten Sijunjung. "Nama Syekh Sihalahan ini hanyalah gelar yang beliau dapatkan dari perjuangan semasa mensyiarkan agama Islam di Ranah Minang. Sedangkan aslinya beliau bernama Husin bin Mahmud,"kata Nasril.

Usai Syekh Sihalahan mendapatkan ilmu dari berbagai tempat yang ia kunjungi, Syekh Sihalahan tek berhenti sampai disana, Ia kemudian kembali belajar dengan seorang guru agama di solok yakni, Syekh Aminullah yang merupakan cucu dari angku Syekh Supayang. 

Berdasarkan keterangan dari berbagai narasumber dan inskripsi pada cungkup makamnya, Syekh Sihalahan sendiri diketahui wafat pada bulan Juli 1917. Makam dan Surau Latih Syekh Sihalahan yang saat ini sudah masuk dalam cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat ini terletak di Jalan Raya By pass, Simpang Balai Koto Anau.

Menurut catatan BPCB Sumatera Barat, Makam Syekh Sihalahan ini terbuat dari susunan bata berplester. Nisannya menyatu dengan jirat, dengan bentuk nisan berbentuk undakan, pada bagian kepala nisan terdapat empat buah undakan dan pada bagian kaki nisan terdapat tiga buah undakan. Bagian kaki makam lebih rendah dari bagian kepala makam sehingga jika dilihat dari samping maka makam ini terlihat miring. 

Saat ini makam Syekh Sihalahan telah diberi cungkup dan dibuatkan bangunan yang disusun dengan bata berplester, bangunan ini tidak penuh hingga ke atas. Atap cungkup terbuat dari seng. Makam Syekh Sihalahan berada di dalam lingkungan Surau Latiah.

Sementara untuk Surau latiah yang didirikan oleh Syekh Sihalahan sekitar tahun 1880-an. memiliki ciri khas yakni bentuk atap seperti Rumah Tradisional Minangkabau (beratap gonjong). Secara umum, kondisi bangunan ini masih dipertahankan keasliannya. Namun pada beberapa bagian komponen bangunan sudah mengalami perubahan. 

Dahulunya surau ini beratap ijuk dengan dinding yang terbuat dari “sasak” (anyaman bambu). Setelah beliau wafat (setelah tahun 1917) dinding ini kemudian diplester dengan semen. Adapun pada bagian lantai dan loteng di diganti pada tahun 1997 oleh BP3 Batusangkar. Pada bagian tiang dalam masjid (asli) sudah dilapisi oleh ahli waris dengan papan guna perkuatan dan pencegahan terhadap rayap.

Hingga kini, makam Syekh Sihalahan maupun surau latiah masih banyak dikunjungi oleh masyarakat baik masyarakat setempat maupun yang datang dari luar kota bahkan dari luar Provinsi Sumatera Barat. Masih banyaknya pengunjung yang datang kelokasi ini, tentu saja menambah deretan daftar wisata religi yang ada di Ranah Minang.