Menyigi Simbolisasi Trauma dalam Gerak dan Sunyi Jejak Tak Terlihat

Pertunjukkan Jejak Tak Terlihat
Sumber :
  • Muhammad Aziz

Seperti fragmen jiwa yang retak, pola itu terasa tak utuh, sebuah simbol yang mungkin tak disengaja. Formasi yang kurang rapi dan tidak merata, mengurangi keindahan visual panggung, yang seharusnya menjadi elemen penegas dalam struktur komposisi pada pertunjukan ini.

Ketimpangan Karakter Windi dan Tika, Komedi Yang Mengaburkan Protagonis di Pementasan Babi Babu

Tampak pula kostum berwarna merah dan hitam yang menjadi penanda visual menggugah. Warna merah, bagai bara yang masih menyala seperti membawa simbol keteguhan, sementara hitam tetap menjadi pengingat akan kelamnya masa lalu. 

Rambut para penari pun tampak terurai dengan jalinan yang rapi, menambah dimensi karakter yang dramatis. Kontras antara warna kostum dan kain hitam menciptakan dialog visual yang kaya, sebuah cerita tentang kekuatan yang tumbuh dari kerapuhan. 

Indonesia Bakal Jadi Ibukota Budaya Dunia ?

Namun, suara yang mengiring audio tekno dengan denyut ritmi terasa terlalu mendominasi. Musik yang seharusnya mengalir bersama gerakan, di beberapa momen justru menjadi beban. 

Penari yang terlihat menghitung tempo tanpak dengan ragu-ragu adalah pertanda bahwa harmoni antara bunyi dan tubuh belum sepenuhnya menyatu. Pencahayaan pun, meski menawarkan fokus ke sayap panggung, terasa kurang menggali atmosfer yang dalam. 

Pasca Puting Beliung, Jalan Depan Lapangan Kantin Ditutup Sementara

Meski demikian, Jejak Tak Terlihat adalah karya dengan ide yang kuat dan relevan. Gagasan tentang trauma yang tersembunyi, tetapi terus membekas, divisualisasikan melalui simbol-simbol sederhana namun penuh makna.

Ada kedalaman di sana, sebuah refleksi tentang keberanian untuk memulihkan diri. Namun, seperti luka yang belum sepenuhnya sembuh, karya ini masih menyimpan ruang untuk penyempurnaan.

Halaman Selanjutnya
img_title