Jejaring Sumatera Desak Presiden Matikan Operasional PLTU Batu Bara

Aksi Desak Presiden Stop IOperasional PLTU Batu Bara
Sumber :
  • Doc. LBH Padang

Padang – Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk mematikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan beralih ke energi bersih yang adil dan berkelanjutan.

Terkait Pemberian Gelar Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo, Kritik Muncul atas Kenaikan Pangkat

Dinamisator jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB), Ali Akbar menyebut, saat ini ada 33 unit PLTU batubara yang beroperasi di Sumatera berkapasitas 3.566 Megawatt (MW). 

Sejak 2021 hingga 2023 kata Ali, pemerintah bakal menambah PLTU batu bara sebesar 4.000 MW melalui Rencana Usaha Pemenuhan Tenaga Listrik (RUPTL).

Jokowi Bahas Program Makan Siang Gratis Langkah, Antisipatif Menuju Implementasi Program Unggulan

Meski saat ini di Pulau Sumatera terdapat surplus energi listrik sebesar 40 persen atau sekitar 2.555 MW dengan daya mampu netto sebesar  8.916 MW dan beban puncak 6.361 MW.

Selain menjadi kontributor utama krisis iklim dengan jumlah lebih dari 40 persen kata Ali, ekstraktivisme batu bara juga telah memberikan dampak buruk di wilayah pembangkit dengan mencemari udara, tanah dan air. Di tingkat tapak, warga kehilangan mata pencarian dan pekerjaan.



Tetap Waspada: Jokowi Ingatkan Sektor Jasa Keuangan RI di Tengah Ketidakstabilan Global

“Momentum di mana negara melalui beberapa skema seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM) seharusnya, mengutamakan PLTU di Sumatera yang harus dipensiunkan atau dihentikan dan jangan ada lagi PLTU batu bara baru,” kata Ali Akbar melalui keterangan resminya, Jumat 17 Maret 2023.

Sementara itu, Dinamisator Gerakan Bersihkan Indonesia, Ahmad Ashov Birry menilai, pemerintah Indonesia dan skema percepatan transisi seperti JETP harus mengenali urgensi transisi, khususnya terkait penghentian pendirian dan penutupan PLTU batubara, yang berpijak pada realita di lapangan. 

“Perencanaan transisi dalam hal ini JETP, harus dibangun dengan konsultasi publik, termasuk dengan masyarakat terdampak PLTU di Sumatera. Transisi energi yang adil dan berkelanjutan hanya bisa dicapai dengan partisipasi publik dan proses yang bottom-up,”kata Ashov.

Dia bilang, sejumlah PLTU batu bara yang saat ini beroperasi dan dirasakan dampak buruknya oleh warga antara lain PLTU batubara Nagan Raya, PLTU batubara Tenayan Raya, PLTU batubara Ombilin, PLTU batubara Pangkalan Susu, PLTU batubara Keban Agung, PLTU batubara Sumsel 1, PLTU batubara Teluk Sepang, PLTU batubara Sebalang.


Senada, Direktur Yayasan Srikandi Lestari, Sumiati Surbakti mengatakan sudah selayaknya semua PLTU yang berbahan bakar batu bara ditutup. Rusaknya lingkungan mempunyai efek domino salah satunya menyebabkan kemiskinan pada masyarakat di tingkat tapak yang pada akhirnya mereka terpaksa masuk dalam lingkaran perbudakan modern.

Ia menegaskan, PLTU batubara harus segera ditutup karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat yang ada di lingkar PLTU Batubara Pangkalan Susu Sumatera Utara. 

"Rakyat kehilangan mata pencaharian di laut, hasil tanaman menyusut sehingga pensiun dini atau early retirement bagi PLTU batu abra merupakan keputusan yang layak untuk segera direalisasikan juga merehabilitasi lingkungan pesisir yang hancur,"tutupnya.