Trauma Mendalam, Psikolog Ungkap Dampak Pencabulan Terhadap Santri di Agam
- Amanda
Padang – Puluhan santri MTI Canduang menjadi korban perilaku menyimpang dari dua oknum guru yang melakukan pencabulan sejak tahun 2022 hingga 2024.
Kasus asusila ini terungkap setelah salah seorang keluarga korban melaporkan perbuatan bejat oknum guru tersebut ke Polresta Bukittinggi pada beberapa waktu lalu.
Menanggapi laporan tersebut, pihak kepolisian Polresta Bukittinggi berhasil meringkus dua oknum guru berinisial RA (29 tahun) dengan korban 30 santri dan AA (23 tahun) yang telah melakukan pencabulan terhadap 10 santri.
Pihak MTI Canduang pun telah bersuara dan melakukan tindakan tegas terhadap dua oknum guru tersebut dengan memberhentikan secara tidak hormat.
Kemudian untuk puluhan korban yang merupakan santri MTI Canduang, pihak Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli juga telah melakukan tindakan cepat dengan melakukan pendampingan dan memastikan keamanan para santri.
Sementara itu, salah seorang Psikolog yang juga merupakan dosen Program Studi Psikologi di Universitas Fort De Kock Bukittinggi, Fitri Yanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog mengatakan dampak pencabulan secara psikologis yaitu trauma.
"Kondisi ini membuat korban cenderung akan mengalami beberapa masalah psikologis seperti gangguan mental seperti depresi, post-traumatic stress disorder (PTSD), dan gangguan kecemasan," kata lulusan Magister Profesi Psikologi Universitas Mercubuana Yogyakarta ini.
Ia menjelaskan gangguan mental terjadi karena korban selalu teringat akan kejadian traumatis sehingga merasa cemas dan panik serta memicu perubahan perilaku, seperti gangguan tidur, sering bermimpi buruk, sering menangis, menyendiri, menghindari bertemu dengan orang lain, dan menjadi pendiam.
"Sedangkan dampak secara fisik selain menyebabkan trauma psikologis, tindakan pencabulan juga dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan dan cedera fisik pada korban yaitu penyakit menular seksual," kata Dosen Program Studi Psikologi UFDK Bukittinggi.
Menurutnya pencabulan merupakan tindakan kriminal dan apalagi tindakan pencabulan yang sampai melakukan sodomi sehingga tidak bisa dianggap sepele karena tidak hanya akan meninggalkan luka fisik, tetapi juga meninggalkan luka batin yang sulit untuk disembuhkan.
"Kebanyakan kasus pencabulan dilakukan oleh orang yang dikenal korban dan beberapa penyebabnya adalah faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi, faktor lingkungan atau tempat tinggal, faktor teknologi, faktor kebudayaan dan faktor kejiwaan atau psikologis," ujarnya.
Fitri Yanti mengatakan dalam banyak kasus pencabulan, korban enggan untuk menceritakan hal yang dialaminya dengan alasan korban merasa malu dan takut ceritanya tidak dipercaya dan hal ini sering kali membuat para korban pencabulan menanggung beban psikologis seorang diri.
"Banyak korban memilih untuk bungkam dan memendam kejadian traumatis yang dialaminya sehingga peran keluarga, kerabat, maupun ahli lainnya menjadi kunci penting dalam membantu proses penyembuhan dan pemulihan bagi korban pencabulan," kata Psikolog Fitri Yanti.
Ia pun mengimbau untuk para korban pencabulan untuk jangan sungkan mencari pertolongan ke pihak berwajib maupun melakukan pendampingan dari psikolog yang disertai dengan penanganan dari dokter kalau sempat terjadi perlakuan sodomi.
"Kasus pencabulan merupakan tindakan kriminal yang membahayakan kehidupan korban, siapa pun pelaku pencabulan harus diproses secara hukum dan korban harus berani melapor ke polisi jika mengalami percobaan pencabulan maupun sodomi karena jika tidak dilaporkan dan ditangkap, pelaku pencabulan mungkin tidak merasa jera dan bisa saja melakukan tindak kriminal yang sama terhadap korban lainnya," ujar Fitri Yanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog.