Gasiang Tangkurak, Ilmu Hitam Produk Tua Budaya Minangkabau

Gasiang Tangkurak biasanya lazim digunakan untuk membalas dendam dan memikat hati perempuan, terutama kepada perempuan yang menolak cinta dari seorang pria. Kondisi ini akan diperparah jika sang Perempuan tersebut melecehkan atau merendahkan derajat pria yang menginginkan cintanya.

Bagi yang terkena ilmu hitam Gasiang Tangkurak ini, masih bisa diobati oleh orang lain yang juga memiliki kepandaian dalam hal ilmu kebatinan. Tapi masih dilihat dulu seperti apa tingkatan dihadapi. Jika sudah parah, maka yang dapat mengobati adalah sang tuan Gasiang Tangkurak itu sendiri.

Sebelum melakukan ritual Gasiang Tangkurak, sang tuan terlebih dahulu akan menjelaskan seperti apa efek dari GasiangTangkurak dan memastikan apakah benar akan dilakukan atau tidak. Barulah kemudian melakukan akad dengan sang pemohon, yang mana dari akad tersebut diputuskan dan disepakati besaran mahar yang akan diberikan oleh pemohon kepada tuan Gasiang Tangkurak. Mahar bisa berupa uang atau emas, atau bentuk lainnya.  



Ilustrasi Rumah Gadang. Foto/Pixabay

Photo :

• -

Terlepas merupakan ilmu hitam dan dipergunakan dengan tujuan yang dilarang oleh agama, namun Gasiang Tangkuraktermasuk salah satu produk tua dan wujud karya Kebudayaan Minangkabau yang masih ada.

Walau belum ada yang bisa memastikan kapan sebenarnya Gasiang Tangkurak ini ada pertama kali, namun diperkirakan sudah ada dan berkembang jauh sebelum ajaran Islam masuk ke Minangkabau. Islam kata Khanizar Chan datang dan berkembang di pantai barat Sumatera pada abad ke enam silam.

"Jika dilihat dari catatan sejarah, masuknya Islam di pantai barat Sumatera pada abad ke enam, maka jauh sebelum itu orang-orang masih menganut sistem kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Nah, diperkirakan itu sudah ada dan berkembang,"katanya.

Halaman Selanjutnya

Pada saat ajaran Islam sudah masuk lanjut Khanizar Chan, secara otomatis perkembangan Gasiang Tangkurak sendiri kendor, karena Islam tidak mengajarkan hal yang seperti itu. Namun, disaat Kolonial Belanda masuk, Gasiang Tangkurakkembali marak, tapi tidak terang-terangan seperti sebelumnya. Mereka yang masih memiliki, menggunakan dengan cara diam-diam. Sasarannya pada itu, kebanyakan dari perempuan berdarah Belanda.