Duka Warga Atas Kematian Harimau Betina Bernama Puti Maua
Padang – Puti Maua, harimau betina yang diselamatkan tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) resor Maninjau dari lokasi konflik di Jorong Kayu Pasak Timur Nagari Salareh Aie, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam Januari enam bulan lalu, dinyatakan mati pada rabu 8 Juni 2022 sekira pukul 05.00 WIB.
Nasib Puti, tak se elok dua harimau sumatra lainnya bernama Surya Manggala dan Citra Kartini yang baru saja dilepasliarkan ke habitat aslinya di kawasan TNKS. Apa yang terjadi dengan Puti, tak hanya sekedar menambah daftar panjang kasus kematian harimau sumatra.
Tapi juga, menyisakan duka mendalam terutama bagi warga setempat. Rano Fajri salah satunya. Pria berumur 38 tahun ini, merasakan kehilangan yang amat besar pasca mendapat kabar tentang kematian Puti Maua.
https://padang.viva.co.id/ragam-konservasi/119-puti-maua-harimau-betina-dari-agam-mati?terbaru=1
Bagi Rano, Puti memberikan warna baru di kehidupannya. Meski termasuk kategori hewan buas, namun Rano memberanikan diri terlibat penanganan konflik selama 41 hari bersama dengan petugas dari BKSDA Sumbar resor Maninjau.
Selain bentuk tanggung jawab seorang warga terhadap keamanan kampungnya, melibatkan diri dalam penanganan konflik satwa liar khususnya harimau Puti, bagi Rano merupakan tindakan yang patut dilakukan demi kelestarian harimau sumatra.
“Selaku warga Maua, saya sedih. Keluar air mata mendengarkan kabar tentang kematian si Puti Maua ini,”kata Rano Fajri, kamis 9 Juni 2022.
Rano bilang, sejak hari pertama kasus kemunculan Puti di kampungnya, ia bersama dengan beberapa warga setempat lainnya, ikut terlibat penanganan konflik. Ia banyak belajar tentang cara menangani konflik hingga prilaku harimau sumatra.
Ikut patroli, monitoring, mencari jejak baru, memasang box trap atau kandang jebak hingga, terlibat proses evakuasi dilakukan Rano selama 41 hari penanganan konflik. Bahkan, ia pun ikut membawa Puti ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) ARSARI untuk kemudian di rehabilitasi.
“Selama 41 hari itu, saya tinggalkan kebun saya. Saya habiskan tenaga dan waktu saya untuk penanganan konflik ini. Hanya Puti yang saya pedulikan waktu itu,”ujar Rano Fajri.
Ikut serta membawa Puti Maua ke PRHSD ARSARI waktu itu kata Rano, selain memiliki ikatan emosional, ia juga ingin memastikan jika si Raja Rimba ini dalam kondisi sehat-sehat.
Ia juga ingin, melihat Puti dan melepas rindu untuk terakhir kali sebelum kembali ke kampung halamannya di Maua Hilia. Pengalaman di perjalanan hingga tiba di PRHSD pun, ia ceritakan ke warga kampung. Ia juga memberi pesan jika Puti dalam keadaan baik-baik saja.
Tapi kini, Puti sudah tak ada lagi. Rano merasakan duka yang amat mendalam. Tapi, tak bisa berbuat apa-apa. Garis takdir Puti menurutnya sudah sampai. Rano menyadari, jika yang bernyawa pasti akan mati.
“Sedih. Tapi mau bagaimana lagi. Saya hanya ingin melihat Puti baik-baik saja. Bahkan, ingin ikut jika di lepasliarkan nanti. Tapi kenyataan berbeda. Puti kini sudah mati. Kami berduka,”tutup Rano Fajri.
Sebelumnnya, tim dokter hewan Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) ARSARI menyatakan Puti Maua, mati lantaran sakit saat masih dalam proses rehabilitasi.
Melalui keterangan resmi yang diterima kamis 9 Juni 2022, Manager Operasional PR-HSD ARSARI drh. Patrick Flaggellata menjelaskan, kondisi Kesehatan si Puti Maua terpantau menurun pada 18 Mei 2022.
Selain mengalami penurunan nafsu makan, juga terdapat beberapa luka miasis. Kondisinya kata Patrick, sempat membaik mulai 27 Mei 2022. Namun, pada 6 Juni 2022 Puti mendadak kembali sakit, diikuti dengan hipersalivasi, dan tidak dapat diselamatkan lagi pada 8 Juni 2022.
“Bahkan kata Patrick, jelang kematiannya, nafas Puti sempat sesak (60 kali per menit). Tim lalu memberikan atropin sulfat dan nebul salbutamol, serta menyuapinya dengan menggunakan batang kayu yang diisi pakan daging namun tidak dimakan dan Puti pun, mati.