Stop Makan Daging

Ilustrasi Penyu. Sumber Foto/Pixabay
Sumber :

Padang – Penyu Ahli Penyu asal Universitas Bung Hatta Padang, Sumatra Barat Dr Harfiandri Damanhuri mengkampanyekan #StopMakanDagingPenyu sebagai salah satu upaya konservasi terhadap biota laut yang sejak lama sudah masuk dalam klasifikasi satwa dilindungi.

Piala Asia Wanita U-17: Jepang Taklukkan Thailand 4-0

Menurut Harfiandri, konservasi merupakan upaya perlindungan terhadap kawasan dan biota dilingkungan alamiah. Upaya perlindungan terhadap ekosistem dan biota laut termasuk salah satunya Penyu, telah dimandatkan dalam UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berupa Kawasan Konservasi Perairan, dan Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil yang saling terkait satu sama lain.

Harfiandri menjelaskan, jika konsumsi daging penyu meningkat maka secara otomatis perburuan terhadap biota ini juga akan meningkat. Jika demikian, maka populasinya akan terus menurun bahkan tidak menutup kemungkinan akan punah.

Tim U-17 Wanita Indonesia Segera Hadapi Korsel, Latihan Fokus pada Kecepatan dan Komunikasi

“Sudah lama kita kampanyekan stop makan daging penyu ini. Ini akan membuat populasi penyu semakin menurun. Selain upaya konservasi, dari kampanye ini juga kita mengedukasi masyarakat jika daging Penyu sesungguhnya sangat berbahaya apabila dikonsumsi. Bahkan, bisa menyebabkan kematian,”kata Dr Harfiandri Damanhuri, Senin 11 April 2022.

Harfiandri bilang, dibeberapa wilayah baik di Indonesia maupun luar Negeri hidangan daging penyu yang diolah dengan berbagai cita rasa, diyakini bisa meningkatkan fitalitas hingga meningkatkan kebugaran tubuh. Bahkan, terkadang daging penyu dijadikan hidangan wajib dalam berbagai pesta, perayaan dan ritual kepercayaan. 

Ekonomi Belum Stabil, Solok Selatan Perlu Diversifikasi Sumber Pendapatan

Padahal kata Harfiandri, jika merujuk data penelitian 2005 hingga 2013 di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, fakta menunjukkan angka kematian cukup tinggi. Tercatat waktu itu, ada 32 kasus kematian dan, 698 warga setempat menjadi pasien dan harus dirawat intensif lantaran mengkonsumsi daging penyu hijau. 

“Itu hanya yang terdata dan terdokumentasi. Mungkin banyak korban yang tidak mau memberitahu karena takut atau lokasinya terpencil. Daging penyu hijau (Chelonia mydas) mengandung racun yang dikenal dengan Chelonitoksisme dimana, racunnya dapat mengakibatkan resiko kematian yang sangat tinggi bagi yang mengkonsumsi daging penyu,”ujar Harfiandri. 

Harfiandri menambahkan, semua organ tubuh penyu yang dapat dikonsumsi oleh manusia mengandung racun, walaupun sudah dimasak dengan suhu yang tinggi. Hingga kini, belum ditemukan obat atau zat yang dapat menatralisir racun penyu tersebut. 

“Gejala awal jika mengkonsumsi daging penyu ini seperti pusing, meriang, mual-mual, berkeringat, muntah-muntah, tenggorakan terasa kering,perah, sakit kepala dan pada tangan dan kaki terdapat bintik-bintik merah bahkan bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah bagian luar atau ujung pembuluh darah,”terang Harfiandri. 

Merujuk beberapa kasus temuan keracunan daging penyu ini kata Harfiandri, gelaja keracunan daging penyu ini muncul, setelah beberapa jam sampai dengan empat hari hari setelah mengkonsumsi daging penyu. 

“Mengingat resiko kematian yang cukup tinggi apabila mengkonsumsi daging penyu, kita imbau kepada seluruh masyarakat terutama yang tinggal di daerah pinggiran pantai atau di kepulauan untuk tidak lagi mengkonsumsi daging penyu,”tutup Harfiandri.

Diketahui, khusus di sepanjang pantai dan pulau-pulau kecil di Sumatera Barat, terdapat 42 lokasi favorit pendaratan penyu dan sebanayak 10 lokasi diantaranya terdapat di pulau-pulau kecil dan pantai di Kabupaten Kepulauan Mentawai.