Angka Stunting Di Sumbar Mencapai 23,30 Persen

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Darul Siska
Sumber :
  • Doc. Staf Darul Siska

Padang – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Darul Siska mengungkap fakta jika, angka persentase stunting di Sumatra Barat saat ini mencapai 23,30 persen. Angka itu menurutnya, dibawah rata-rata nasional. 

Dasawisma Kamboja 4 Sawah Siluak Melangkah Menuju Juara di Tingkat Provinsi

Menurut Darul Siska, dari perspektif sosial, anak yang terpapar stunting dianggap aib sehingga tidak diperiksakan di fasilitas kesehatan. Kondisi ini menyebabkan, anak stunting tidak mendapat penanganan yang tepat. Padahal, stunting dapat dicegah dan disembuhkan. 

"Angka prevalensi stunting di Sumatera Barat mencapai 23,30 persen, di bawah rata-rata nasional. Stunting ini masih bisa dicegah dan ditangani selama anak dalam masa seribu hari pertama kehidupan, yaitu 40 minggu di masa kehamilan pada anak usia satu tahun dan usia dua tahun,"kata Darul Siska melalui keterangan resminya, Senin 19 Desember 2022. 

Kota Padang Panjang Lampaui Target Nasional Penurunan Stunting

Dijelaskan Darul, secara keilmuan medis tunting merupakan gangguan tumbuh kembang pada anak akibat multi faktor terutama akibat gizi buruk, infeksi berulang, pola asuh yang salah, kondisi lingkungan tidak sehat, dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Penyebabnya yang paling mendominasi adalah gizi buruk. Gizi buruk diakibatkan kurangnya nutrisi secara berkepanjangan. 

Anak yang mengalami gizi buruk di bawah usia satu tahun kata Darul, 25 persen berisiko memiliki tingkat IQ di bawah 70. Sedangkan 40 persen lainnya, berisiko memiliki IQ antara 71 hingga 90. Stunting lalu kini menjadi permasalahan utama anak balita dan baduta di Indonesia.

Pemkab Solok Selatan Dorong Peran Aktif Nagari dalam Penurunan Stunting

"Stunting tidak saja terjadi pada anak-anak yang berasal dari kelompok masyarakat miskin, namun kasusnya juga terjadi pada anak-anak yang berasal dari berbagai tingkat kesejahteraan sosial. Anak yang pendek belum tentu stunting, namun anak stunting sudah pasti pendek. Seringkali ada anggapan bahwa anak yang tidak tumbuh optimal (pendek) adalah akibat faktor genetika atau keturunan, padahal bisa saja karena stunting,"ujarnya.

Lebih lanjut Darul Siska, masalah dan tantangan kita dalam penangan stunting ini diantaranya adalah minimnya pengetahuan masyarakat terkait stunting, sehingga menimbulkan kesalahan pemahaman dalam penanganan dan pencegahan stunting. Sebagian masyarakat menganggap tidak penting asupan gizi seimbang dan bernutrisi cukup bagi anak,  ibu hamil atau ibu menyusui. 

"Kondisi ini menggambarkan tingginya jumlah generasi baru yang  berpotensi menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, dan negara. Penanganan dan pencegahan stunting di Sumatera Barat menjadi permasalahan yang memerlukan perhatian bersama,"kata Darul. 

Darul menegaskan, untuk mengatasi stunting membutuhkan aksi terintegrasi dari seluruh pemangku kepentingan terkait dengan pendekatan kualitiatif dan kuantitatif. Berbagai bentuk kegiatan sosialisasi dan edukasi yang bersifat partisipatif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman publik akan bahaya stunting.

Salah satunya dengan cara edukasi penurunan dan pencegahan stunting melalui gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) dengan, upaya pemberian makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MT/MP ASI) dan pembangunan fasilitas kesehatan lingkungan seperti pembangunan sanitasi atau jamban bersih.

Sosialisasi dan KIE tambah Darul, juga diberikan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran akan bahaya stunting, meningkatkan pemahaman tentang kehidupan berumah tangga, pola asuh yang baik, dan perilaku hidup sehat untuk mempersiapkan generasi yang sehat fisiknya, cerdas otaknya dan mulia akhlaknya. 

"Kegiatan ini menggandeng berbagai pemangku kepentingan baik di level pemerintah pusat maupun di Provinsi Sumatera Barat dan kabupaten dan kota,"ujar darul. 

Di tahun 2022 ini, menurut Darul Siska, dirinya sudah melakukan sosialisasi kesehatan untuk mengedukasi masyarakat yang lebih kurang 14.900 orang di 10 kabupaten yang mencakup 57 kecamatan.

Lebih kurang 4.650 masyarakat di 26 kecamatan yang merupakan Pasangan Usia Subur dan keluarga yang memiliki anak baduta atau balita pun, sudah menjadi peserta dalam kegiatan yang menelan biaya Rp 3,75 Miliar ini. 

"Selain sosialisasi dan KIE, intensif mempercepat penurunan stunting dengan menyasar langsung keluarga berisiko stunting yang tidak mampu juga diberikan. Dengan menjadi Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) bagi 17 anak di 5 kabupaten dan kota,"tutupnya.