Uniknya Pemberian Gelar Adat di Minangkabau

Batagak gala/ist
Sumber :

Padang – Suku Minangkabau memiliki keunikan dalam hal pemberian gelar kepada para laki-laki. Bisa dikatakan setiap laki-laki pasti mendapatkan gelar adat ini.

Menjelajah Warisan Budaya Minangkabau di Museum Bustanil Arifin Padang Panjang

Seiring perkembangan zaman pemberian gelar ini masih terus berlangsung di setiap gelaran adat, upacara atau pernikahan sampai saat ini. Walau gelar yang disematkan hampir dikatakan jarang terpakai sesuai konteksnya setelah gelar dipasangkan pada seseorang, seperti misalnya masih memanggil seseorang dengan nama kecilnya atau nama yang diberikan oleh orangtua.

Berikut jenis-jenis gelar adat di Minangkabau dikutip dari berbagai sumber :

Gubernur Mahyeldi: Jumlah Perantau Disinyalir Melebihi Jumlah Penduduk Sumbar

Ada tiga jenis gelar adat di Minangkabau, yang berbeda sifat, yang berhak memakai dan cara pengunaannya, yaitu Gala Mudo (Gelar muda), Gala Sako (Gelar pusaka kaum), Gala Sangsako (Gelar kehormatan).

Yang pertama, Gala Mudo merupakan gelar yang diberikan kepada semua laki-laki Minang yang menginjak dewasa yang pemberiannya pada saat upacara pernikahan.

Walikota Padang Sebut Generasi Muda Tak Banyak Yang Mengenal Seni Bela Tradisional

 Yang berhak memberi gelar mudo adalah "mamak" atau paman dari kaum "marapulai" atau pengantin laki-laki, namun boleh juga dari kaum istrinya. Khusus di daerah Pariaman gala mudo diberikan oleh ayahnya. 

Gelar ini sering dikaitkan dengan ciri, sifat dan status penerima. Contoh Sutan Batuah karena yang bersangkutan punya keahlian menonjol. Sutan Pamenan sering diberikan kepada menantu yang di sayangi, dan lain-lain.

Banyak sekali ragamnya gala mudo ini menurut inovasi masing-masing kampuang atau nagari.

Contoh gala tersebut adalah, sutan, tuah, dan lain-lain. Sutan adalah yang sangat luas penggunaannya hampir disemua nagari menggunakan gelar ini.

Pemakaiannya dibelakang nama kecil, contoh Asril Sutan Mantari, Burhan Sutan Mangkuto, atau Muchtar Tuah Palito.

Menantu laki-laki meskipun bukan orang Minagkabau dapat diberikan gala mudo yang biasanya diberikan oleh kaum mamak pengantin wanita boleh juga oleh kaum / keluarga istri.

Kedua, Gala Sako merupakan gelar pusaka kaum yaitu gelar datuk, pangulu atau raja. Raja di Minangkabau disebut Pucuak Adat. Gala Sako adalah gelar turun temurun menurut garis ibu. Tidak boleh diberikan kepada orang yang bukan keturunan menurut adat Minangkabau.

Gelar datuak atau pangulu diberikan kepada laki-laki dalam kaum atau suku yang dinilai mampu untuk memimpin kaum. 

Karena datuk / pagulu adalah jabatan tertinggi dalam kaum yang mempunyai kewenangan dan hak memimpin kaum. Proses pemilihan datuk/pangulu sangat demokratis melibatkan seluruh anggota kaum. Contoh gala sako, Datuak Kayo, Datuak Sati, Datuak bandaharo, begitu pula Pangulu Gadang, Pangulu kociak, Pangulu Pasa, Pangulu Kayo dan lain-lain.

Gelar Raja atau Pucuak Adat antara lain. Daulat yang Dipertuan, yang Dipertuan, Tuanku, dan Rajo contoh, Daulat yang Dipertuan Raja Alam Minangkabau, disebut juga Daulat yang Dipertuan RA Pagaruyuang Darul Qoror.

Daulat yang Dipertuan Tuanku Sambah Rajo Alam Surambi Sungai Pagu (Muara Labuah), yang Dipertuan Padang Nunang (Rao), Tuanku Bagindo Kali (Kumpulan) 

Gelar dicantumkan dibelakang nama kecil; Amran Datuk Bandaro Kuniang. Mahmud Pangulu Kayo. Datuk Sati Nanputiah. Sutan Muhammad Taufiq SH, Daulat yang Dipertuan Rajo Alam Pagaruyuang DQ,  Firman Rajo Godang dan lain-lain.

Ketiga, Gala Sangsako merupakan gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang berjasa, berprestasi yang mengharumkan Minangkabau, agama Islam, bangsa dan negara serta bermanfaat bagi warga Minangkabau.

Yang berhak memberi gelar sangsako adalah limbago adat Pucuak Adat Kerajaan Pagaruyuang, Pucuak Adat Kerajaan sapiah balahan dan datuak/pangulu kaum.

Gala Sangsako hanya boleh dipakai si penerima penghargaan, tidak dapat diturunkan kepada anak atau keponakan. Apabila yang menerima meninggal dunia, gala kembali ke dalam aluang petibunian. Dalam istilah adat disebut sahabih kuciang sahabih ngeong artinya kalau kucingnya habis (mati) maka tidak akan mengeong lagi. Beberapa tokoh nasional yang sudah diberikan gelar sangsako adat seperti Sri Sultan Hamengkubuwono X, Megawati, Soesilo Bambang Yudhoyono, Ani Yudhoyono, Zulkifli Nurdin, Alex Nurdin, Syahrial Oesman, Anwar Nasution, dan Syamsul Maarif. dll

Sementara orang asing yang pernah mendapat gala sangsako (satu-satunya yang tercatat dalam sejarajh adalah Thomas Diaz yang melakukan perjalanan ke Pagaruyung Pada tahun 1684. Ia dianggap sebagai orang eropa pertama yang bertemu dengan raja Pagaruyung dengan maksud untuk menjalin hubungan bisnis sehingga Thomas Diaz dianugerahi gelar "Rangkayo Saudagar Rajo".

 

 

Sumber : tanahdatar.go.id