Fenomena Perubahan Iklim Disebut Kian Mengkhawatirkan

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati
Sumber :
  • Padang Viva/Andri Mardiansyah

Padang – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut jika fenomena perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini, kian mengkhawatirkan. Bahkan, sudah memicu dampak yang lebih luas dan menciptakan bencana hidrometeorologi basah dan kering. 

Ratusan Rumah Terendam Banjir di Kota Bandar Lampung

"Fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan. Memicu bencana hidrometeorologi. Bahkan bencana hidrometeorologi kini rutin terjadi setiap tahun. Peristiwa alam terkait iklim, dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi juga terjadi. Tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi di banyak negara,"kata Dwikorita Karnawati, Senin 20 Maret 2023.

Dwikorita menjelaskan, berdasarkan data BMKG pada tahun 2016 merupakan tahun terpanas untuk wilayah Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 ° celcius. Kondisi ini, sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. 

Banjir Demak Surut, Ribuan Pengungsi Kembali ke Rumah

Lalu kata Dwikorita Karnawati, pada tahun 2020 menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 ° celcius, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 ° celcius. 

"Laporan terbaru WMO dalam State of the Climate 2022 yang terbit awal tahun 2023 lalu menyebutkan bahwa tahun 2022 menempati peringkat ke 6 tahun terpanas dunia. 2015-2022 menjadi 8 tahun terpanas dalam catatan WMO,"ujar Dwikorita. 

Gempa Magnitudo 6,0 Tuban Rusak Sejumlah Fasilitas Bangunan

Pada awal Desember 2020 lanjut Dwikorita, juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama), dengan tahun 2020 sedang on-the-track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat. 

"Tahun 2016 merupakan tahun dengan suhu global terpanas sepanjang catatan WMO dengan anomali sebesar 1,2° celcius terhadap periode revolusi industri. Kondisi terpanas itu dipicu oleh tren pemanasan global yang diamplifikasi oleh kejadian anomali iklim El Nino,"kata Dwikorita.

Dia bilang, kondisi ini pula yang mengakibatkan lebih cepat mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Bila awalnya luasan salju abadi sekitar 200 kilometer persegi, maka kini hanya menyisakan 2 kilometer persegi atau tinggal 1 persen. 

"Akibat perubahan iklim, kejadian-kejadian ekstrim lebih kerap terjadi, terutama kekeringan dan banjir. Jika sebelumnya rentang waktu kejadian berkisar 50  hingga 100 tahun, maka kini rentang waktu menjadi semakin pendek atau frekuensinya semakin sering terjadi dengan intensitas yang lebih tinggi atau durasi yang semakin panjang,"tutup Dwikorita.