Berangus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi
- Pixabay
"Penanganan yang dilakukan oleh kampus dan proses APH (aparat penegak hukum) harus mampu mencegah kejadian berikutnya dan memberikan keberpihakan kepada korban," katanya.
Dr. Chatarina juga menyampaikan bahwa di berbagai pemberitaan di perguruan tinggi terdapat pelecehan seksual dan kekerasan seksual dan untuk itu pimpinan perguruan tinggi perlu memberikan perhatian untuk pencegahannya.
"Kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan, dimana 27 persen dari aduan yang diterima Komnas Perempuan terjadi di universitas. Kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus, tempat magang, rumah dosen, daring, dan luar kampus," katanya.
Berangkat dari hal itu, Kemendikbud Ristek mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi pada September 2021.
Menurut Dr Chatarina, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 merupakan pemicu keberanian para korban dan warga kampus yang selama ini diam untuk melaporkan kejadian yang pernah mereka alami atau yang mereka ketahui terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di perguruan tinggi merupakan awal terbentuknya satuan tugas atau Satgas yang bertugas menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
"Perguruan Tinggi harus sangat berperan dalam mengawal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di setiap kampus yang akan dilakukan oleh satgas," katanya.