Siti Manggopoh Pejuang Wanita Dari Tanah Agam

Area Makam Siti Manggopoh
Sumber :
  • BPCB Sumbar

Padang –Namanya tak begitu dikenal dikancah Nasional, namun siapa sangka, dibalik kesederhanaannya, wanita satu ini merupakan salah satu dari sekian banyak pejuang wanita di Indonesia yang mau dan mampu mengangkat senjata untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh Kolonial Belanda. Ia tak bisa tinggal diam ketika masyarakat ditindas oleh bangsa penjajah.

Pariwisata Sumbar Berkembang Pesat, Desa Wisata Jadi Motor Penggerak

Dia adalah Siti Manggopoh. Siti Manggopoh yang diperkirakan lahir pada pada tahun 1885 silam di Nagari Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini, merupakan seorang wanita pejuang dalam perang manggopoh yang meletus pada tanggal 16 Juni 1908, bersamaan dengan meletusnya Perang Kamang yang dikenal juga dengan Perang “Belasting” yakni perang melawan penindasan dan kesewenang – wenangan belasting atau pajak yang ditetapkan Pemerintah Kolonial Belanda pada masa itu. 

Siti Manggopoh adalah istri dari Asik Bagindo Magek, yang juga ikut dalam peperang itu. Pusat perjuangan Siti Manggopohberada di Nagari Manggopoh, mengingat daerah ini pada masa itu, merupakan daerah yang sangat strategis, terutama jika ditinjau dari letak geografisnya, yaitu berada di antara Bukittinggi dan Padang yang pada masa dahulu merupakan salah satu jalur transportasi utama Belanda. 

Koper CJH Maksimal 32 Kg, Simak Penjelasan Kemenag Sumbar

Disaat Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan sistem kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang, Siti Manggopoh pun menentang keras, ia bersama dengan pejuang lainnya melakukan perlawanan dengan mengangkat senjata.

Siti menolak keras kebijakan Belanda tersebut, karena dianggap telah bertentangan dengan adat istiadat Minangkabau. Salah satu alasannya, karena tanah di Minangkabau merupakan milik komunal atau kaum. 

Menjaga Eksistensi Silek Galombang Duobaleh

Dengan siasat dan strategi jitu yang diterapkan oleh Siti Manggopoh, Belanda pun merasa kewalahan, sehingga terpaksa harus meminta bala bantuan kepada tentara Belanda yang berada kawasan Manggopoh. Dalam pertempuran yang disebut dengan Perang Belasting tersebut, Siti Manggopoh dan pasukan yang dipimpinnya, berhasil menewaskan puluhan serdadu Belanda.

Selama memimpin pertempuran belasting, Siti Manggopoh diketahui juga pernah mengalami pergolakan batin yang luar biasa. Ia dihadapkan dengan dua pilihan berat, yakni memimpin pasukan dan berperang melawan penindasan atau tinggal diam dirumah mengasuh anaknya yang kala itu masih kecil dan menyusui.

Setelah merenung dan berfikir panjang, Siti Manggopoh pun lantas mengambil keputusan untuk tetap ikut berperang dan meninggalkan sang anaknya bernama Delima. Setelah melakukan penyerangan, Siti Manggopoh kemudian pulang kerumah dan membawa kabur Delima kedalam hutan.

Selama kurang lebih 17 hari didalam hutan, Siti Manggopoh dengan penuh kasih sayang merawat baik anaknya Delima. Namun malang, tentara Belanda pun kemudian berhasil menangkap Siti Manggopoh dan membawanya ke Lubuk Basung, Agam.

Di Lubuk Basung, Siti Manggopoh dipenjara selama 14 bulan, setelah itu ia pun dibawa ke penjara di Pariaman. Disini, Sitimendekam selama 16 bulan. Tak hanya itu saja, siti juga sempat ditahan di Penjara Kota Padang selama kurang lebih 12 bulan, sebelum akhirnya dibebaskan oleh Belanda dengan alasan anaknya yang masih kecil. Sementara sang suaminya yang juga tertangkat, dibuang ke Manado.